Tema Jin, Setan, dan Iblis
masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi
mereka diakui dalam syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya.
Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya
untuk kalangan Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi
kaumnya saja, namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengutusnya kepada segenap Ats-Tsaqalain: jin dan manusia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
“Katakanlah: `Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً
“Adalah para nabi itu diutus kepada kaumnya sedang aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَإِذْ
صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ
فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى
قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا
أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي
إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا أَجِيْبُوا
دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ
وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ
فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ
أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ
“Dan
ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan
Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka
berkata: `Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)’. Ketika pembacaan telah
selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.
Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan
kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan
yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru
kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang
tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak
akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung
selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)
Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum
muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum
kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan
Nashrani pun mengakui eksistensinya sebagaimana pengakuan kaum muslimin,
meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana
ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkarinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelasnya,
keberadaan jin merupakan hal yang tak dapat disangkal lagi mengingat
pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang
banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka
melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani
perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat
seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi
’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya
jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia
tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu)
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُوْنٍ.
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami
telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Karena
jin lebih dulu ada, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan
penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka
diperintah untuk beribadah seperti halnya manusia. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Jin, Setan, dan Iblis
Kalimat
jin, setan, ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dalam Al-Qur`an,
bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi mendengarnya. Sehingga
eksistensinya sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak lagi
diragukan, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalannya, apakah
jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan
yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk
golongan para malaikat?
Yang pasti, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu ‘anha)
Adapun Iblis, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu
kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari
golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis
mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan
dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal
dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan
Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan 793)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin
itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk
memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka
berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan
shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka
itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Siapakah Iblis?
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat
pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah
pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis
tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan
dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul
manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat
ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam
kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya
Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau
sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:
لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)
2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu
kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari
golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah
menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah
malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash
Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau
juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun
pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis dari malaikat, menurut
Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma. Alasannya adalah firman Allah:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu
kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun
alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah ayat 34), sebenarnya ayat
tersebut tidak menunjukkan bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan
kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang
dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan
dalam masalah ini (asal-usul iblis), banyak yang diriwayatkan dari
ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah Israiliyat (cerita-cerita dari
Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan untuk dikaji –wallahu
a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di
antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran yang
ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai
dari yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya, bahwa dahulu
iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan
dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat
yang tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)
Siapakah Setan?
Setan
atau Syaithan (شَيْطَانٌ) dalam bahasa Arab diambil dari kata (شَطَنَ)
yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata (شَاطَ)
yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat
menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang
jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala
(Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu
Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka
dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ
يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
(Dalam
ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya
setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan,
karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk
yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir,
1/49)
Ibnu
Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat
jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga
Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ
يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Al-Imam
Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Aku
datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di
masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah
kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan
shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata:
“Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia
dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan
manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu
Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini:
“Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut
menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim:
الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu, tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ
أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ
صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ
وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ
أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ
“Iblis
menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’
Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku
benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah
kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku,
sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti
(Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)
Penggambaran Tentang Jin
Al-jinnu
berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu
(menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti
tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang
tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin
memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan
menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar
menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’.
Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke
rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada
kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah,
maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Jin
bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan
kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal,
keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu
setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala
mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk
yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna
hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan
panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)
Kaum
jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih
bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin
yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat
yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Tulang
dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu:
ابْغِنِي
أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ
بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي
حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ
مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ
طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ
الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ
يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا
“Carikan
beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan
tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku
pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya.
Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya
termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari
Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal
kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka
melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.”
(HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dalam
riwayat Muslim disebutkan: “Semua tulang yang disebutkan nama Allah
padanya”, ed)
Gambaran Tentang Iblis dan Setan
Iblis
adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal kata al-iblaas yang bermakna
at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka
adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh bagi Adam dan
keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta
kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu
kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur,
dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Malah dengan analoginya yang menyesatkan, Iblis menjawab:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Analogi
atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang paling rusak. Qiyas ini adalah
qiyas batil karena bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang menyuruhnya untuk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan
dengan nash, maka ia menjadi batil karena maksud dari qiyas itu adalah
menetapkan hukum yang tidak ada padanya nash, mendekatkan sejumlah
perkara kepada yang ada nashnya, sehingga keberadaannya menjadi pengikut
bagi nash.
Bila
qiyas itu berlawanan dengan nash dan tetap digunakan/ diakui, maka
konsekuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyas yang paling
jelek!
Sumpah
mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat
setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar (bapak manusia) Adam dan
vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mereka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengingatkan kita dengan firman-Nya:
يَابَنِي
آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ
الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا
جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
“Hai
anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia
menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya
auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari
suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami
telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang
tidak beriman.” (Al-A’raf: 27)
Karena setan sebagai musuh kita, maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
“Sesungguhnya
setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena
sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah
kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku,
sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai
pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya. Wal ’ilmu ’indallah.
Dikutip dari salfy.or.id offline Penulis : Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf, Judul:Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar