Penulis : Syaikh Abu Ibrahim Muhammad bin Mani
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan :
“Ahlul
Bid’ah itu tidak bersandar kepada Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah
serta Atsar Salafus Shalih dari kalangan Shahabat maupun Tabi’in. Mereka
hanya berpedoman dengan logika dan kaidah bahasa. Dan kamu akan temukan
mereka itu tidak mau berpedoman dengan kitab-kitab tafsir yang ma’tsur
(bersambung riwayat dan penukilannya). Mereka hanya berpegang dengan
kitab-kitab adab (sastra dan tata bahasa) serta kitab-kitab ilmu kalam (filsafat dan logika). Kemudian dari sinilah mereka membawakan pendapat dan pemikiran mereka yang sesat.” (Al Fatawa 7/119)
Imam
Abu ‘Utsman Ismail Ash Shabuni rahimahullah mengatakan (Aqidah Salaf
Ashabul Hadits halaman 114-115) –ketika menerangkan sikap dan pendirian
Salafus Shalih terhadap bid’ah dan Ahlul Bid’ah– :
“Salafus Shalih membenci Ahlul Bid’ah yang (mereka itu) mengada-adakan perkara baru dalam agama ini
yang (justru) bukan berasal dari agama itu sendiri. Salafus Shalih
tidak mencintai Ahlul Bid’ah, tidak mau bersahabat dengan mereka, tidak
mendengar perkataan mereka, tidak duduk bermajelis dengan mereka, tidak
berdebat dengan mereka dalam masalah agama, bahkan tidak mau berdialog
dengan mereka. Salafus Shalih selalu menjaga telinga jangan sampai
mendengar kebathilan Ahlul Bid’ah yang dapat menembus telinga dan
membekas di dalam hati, dan akhirnya menyeret segala bentuk was-was dan
pemikiran-pemikiran yang rusak.”
Dan mengenai sikap terhadap mereka (Ahlul Bid’ah) ini, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan
jika kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami,
maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka mengadakan pembicaraan yang
lain.” (Al An’am : 68)
Saya (Abu Ibrahim) katakan :
“Salafus
Shalih –radhiallahu ‘anhum– telah memperingatkan kita agar tidak
memperhatikan kitab-kitab bid’ah yang dapat menimbulkan berbagai
kerusakan yang sangat besar. Karena sesungguhnya hati manusia itu sangat
lemah, sedangkan syubhat (kerancuan) itu sangat cepat menyambar. Dan
sangat disayangkan, karena kebanyakan para pemuda Muslim
dewasa ini (lebih senang) membaca buku-buku Ahlul Ahwa’ (Ahlul Bid’ah)
dan orang-orang yang sesat (menyesatkan), mereka mengembangkan
kepribadian mereka dengan berdasarkan buku-buku tersebut, kemudian
mereka kembali (setelah merasa cukup menguasainya) untuk memerangi
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Ahlus Sunnah serta
memerangi Manhaj Salafus Shalih yang haq. Fa Inna Lillahi wa Inna Ilaihi
Raji’un.”
Syamsuddin
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muflih, mengatakan (dalam Al Adabus Syari’ah
1/125) : “Dan adalah Salafus Shalih itu selalu melarang manusia duduk
bermajelis dengan Ahlul Bid’ah, membaca kitab-kitab mereka, dan
memperhatikan ucapan mereka.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan (dalam Ath Thariq Al Hakimiyah halaman 227) : “Tidak perlu adanya jaminan (minta izin) untuk membakar buku-buku sesat dan memusnahkannya.”
Beliau melanjutkan : “Semua
kitab-kitab tersebut isinya mengandung berbagai perkara yang
menyeleweng dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tanpa
ada tuntunan di dalamnya, bahkan diizinkan untuk merusak dan
memusnahkannya. Tidak ada yang lebih besar bahayanya bagi umat ini
dibandingkan dengan buku-buku tersebut. Para Shahabat telah membakar
segenap mushaf yang menyelisihi mushaf ‘Utsman karena mereka takut akan
bahaya yang menimpa umat ini akibat perbedaan yang terdapat dalam
mushaf-mushaf tersebut. Lalu, bagaimanakah halnya seandainya mereka
(para Shahabat tersebut) melihat kitab-kitab sesat yang telah
menimbulkan perselisihan dan perpecahan di tengah-tengah ummat ini??” (Ibid halaman 327-328)
Demikian
kata beliau. Maksud ucapan beliau ini adalah, bahwa segenap kitab sesat
yang mengandung kedustaan dan kebid’ahan, wajib dirusak dan dimusnahkan
dan ini lebih utama (lebih besar pahalanya) daripada merusak alat-alat
permainan atau alat-alat musik dan merusak bejana-bejana tempat
menyimpan khamer (segala yang memabukkan), karena mudlarat (kerusakan)
yang ditimbulkan kitab-kitab sesat ini jauh lebih besar daripada
mudlarat yang ditimbulkan oleh alat-alat permainan, musik, ataupun
khamer. Maka tidak perlu jaminan (minta izin) untuk merusak dan
memusnahkannya sebagaimana tidak perlu jaminan (minta izin) untuk
merusak bejana-bejana penyimpanan atau penampungan khamer. (Ibid.
Halaman 329)
Saya katakan pula : “Maka
bagaimanakah seandainya Ibnul Qayyim rahimahullah melihat
tulisan-tulisan Sayyid Quthb, Al Ghazali, dan At Turabi serta
tokoh-tokoh Ahlul Bid’ah lainnya, yang semua mengandung kesesatan dalam
‘aqidah dan penyimpangan yang sangat jauh dari Manhaj Salafus Shalih
–radhiallahu ‘anhum–. Wallahu Al Musta’an.” Nukilan Imam Adz Dzahabi Dalam Kitab Mizanul I’tidal (1/431)
Sa’id bin ‘Amru Al Bardza’i mengatakan :
“Saya
menyaksikan Abu Zur’ah ketika ditanya tentang Al Harits Al Muhasibi dan
kitab-kitabnya, mengatakan kepada si penanya : ‘Jauhilah oleh kamu
kitab-kitab bid’ah dan sesat ini. Hendaknya kamu berpegang dengan atsar
(riwayat) Salafus Shalih, karena sesungguhnya kamu akan dapatkan darinya
sesuatu yang mencukupi kamu.’ Ada yang berkata kepada beliau : ‘(Tapi)
di dalam kitab-kitab ini terdapat ‘ibrah (pelajaran berharga).’
Abu Zur’ah mengatakan : ‘Barangsiapa
yang tidak dapat mengambil pelajaran dari dalam Kitab Allah, maka tidak
ada pelajaran (‘ibrah) baginya dari kitab-kitab ini. (Bukankah) telah
sampai kepada kalian bahwa Sufyan, Malik, dan Al Auza’i telah menulis
kitab-kitab yang membahas tentang bahaya bisikan dan syubhat. Sungguh
alangkah cepatnya manusia itu (terlempar) menuju bid’ah.’ “
Nasehat
Saudaraku
para penuntut ilmu yang Sunni Salafi. Ketahuilah, wajib bagi kamu untuk
mendapatkan ilmu syari’at ini dari Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah
yang shahihah dan dari karya-karya ‘Ulama Salafus Shalih, karena di
dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Dan berhati-hatilah kamu, jangan
sampai kamu menerima ilmu ini dari Ahlul Bid’ah. Jadi, janganlah kamu
mengambil ilmu ini dari kaum Rafidlah (Syi’ah), atau Khawarij, Quburi
(yang mengkeramatkan kuburan), Hizbi (fanatik terhadap kelompok dan
golongannya dengan cara yang tidak syar’i), atau Sururi.
Dan
Muhammad bin Sirrin pernah menyatakan : “Ilmu ini adalah agama, oleh
karena itu, perhatikanlah oleh kalian dari siapa kalian mendapatkan
agama ini.” (Mukadimah Shahih Muslim)
Sufyan
Ats Tsauri pernah mengatakan : “Barangsiapa yang mendengar (uraian)
dari Ahlul Bid’ah, maka Allah tidak akan memberinya manfaat tentang apa
yang didengarnya itu.” (Al Kifayah. Al Khatib Al Baghdadi)
Semoga Allah memberi taufiq kepada kami dan kepada kamu untuk mengikuti dan meneladani Salafus Shalih.
Nukilan ‘Abdullah bin Ahmad dari Ayahnya (Imam Ahmad bin Hanbal) dari Al ‘Ilal (1/108)
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan :
[ Saya
mendengar ayah berkata : Salam bin Abi Muthi’ adalah orang yang tsiqah
(terpecaya). Telah bercerita kepada kami Ibnu Mahdi darinya, (kemudian
ayah berkata) : Abu ‘Awanah pernah menulis kitab yang berisi kejelekan
dan ‘aib para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan juga
bencana dan fitnah-fitnah. Lalu datanglah Salam bin Abi Muthi’ dan
berkata : Wahai Abu ‘Awanah. Berikan kitab itu kepadaku. Maka Abu
‘Awanah memberikan kitab itu kemudian diterima oleh Salam lantas
dibakarnya.
Ayahku berkata : Salam itu adalah salah seorang shahabat Ayyub dan ia seorang yang shalih. ]
Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman Al Maghrawi dalam Al ‘Aqidah As Salafiyah (halaman 33-49) menyatakan :
“Para
‘Ulama Ahlus Sunnah di Kordoba menyatakan bolehnya membakar
(memusnahkan) kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Para pelajar
(penuntut ilmu) dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Kordoba
menamakan kitab tersebut dengan Imatatu ‘Ulumuddin (Mematikan Ilmu-Ilmu
Agama).”
“Penyusun
kitab Al ‘Aqidah As Salafiyah telah menghimpun beberapa sebab hakiki
mengapa kitab Ihya’ ‘Ulumuddin harus dimusnahkan, kata beliau :
Pertama :
Kitab ini penuh dengan kebohongan atas nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, Shahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Kedua : Kitab ini merupakan penyebab utama timbulnya bid’ah yang tersebar di kalangan sufi dan yang lainnya.
Ketiga : Di dalam kitab ini banyak terdapat bencana yang mengerikan dan kesesatan dalam ‘aqidah.
Keempat :
Persaksian para ‘Ulama Al Kitab dan As Sunnah tentang Ihya’ ‘Ulumuddin,
bahwa sesungguhnya kitab ini adalah kitab sesat, wajib dibakar dan
dijauhkan dari kaum Muslimin agar mereka tidak tersesat oleh kesesatan
yang ada di dalamnya.”
Syaikh Hamud At Tuwaijiri rahimahullah mengatakan (Al Qaulul Baligh halaman 91)
[
Semoga Allah merahmati Imam Muhammad bin Ismai’il Ash Shan’ani karena
menyatakan pujian terhadap Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab
dalam bentuk sya’ir :
Telah mereka bakar dengan sengaja
Kumpulan bukti-bukti yang mereka dapatkan di dalamnya terdapat bukti-bukti yang terlalu tinggi untuk dihitung
Melampaui batas yang dilarang dan kedustaan yang terang-terangan, tinggalkanlah jika kau ingin mengikuti petunjuk
Ucapan-ucapan
yang tidak pantas disandarkan kepada seorang yang berilmu yang tidak
bernilai sepeserpun dibanding dengan uang tunai
Orang-orang bodoh tersebut menjadikannya sebagai dzikir yang memberikan mudlarat
Mereka memandang lenyapnya bukti-bukti tersebut lebih suci daripada pujian
Sungguh sangat membahagiakanku apa yang datang kepadaku dari jalan beliau ]
Beberapa Catatan Penting
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan (Al Fatawa 4/155) :
“Syi’ar Ahlul Bid’ah itu adalah meninggalkan ittiba’ (mengikuti) terhadap Salafus Shalih.”
Beliau
juga mengatakan : “Tidak ada celanya orang-orang yang menampakkan
madzhab Salafus Shalih dan menisbatkan (menasabkan diri) kepada mereka
atau menggabungkan diri kepada mereka, bahkan wajib untuk menerima semua
itu berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin, karena sesungguhnya madzhab
Salafus Shalih itu tidak lain adalah yang haq (yang benar).” (Ibid
4/129)
Fatwa Syaikh Shalih Fauzan
Syaikh
ditanya : “Bagaimana pendapat yang haq (benar) tentang orang yang
membaca buku-buku bid’ah dan mendengar kaset-kaset ceramah mereka (Ahlul
Bid’ah)?”
Beliau
mengatakan : ”Tidak boleh membaca buku-buku bid’ah, mendengar
kaset-kaset mereka kecuali orang-orang yang ingin membantah dan
menerangkan kesesatan mereka kepada ummat.” (Al Ajwibah Al Mufidah
halaman 70)
Fatwa Muhaddits Negeri Yaman, Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah
Tentang
bolehnya membakar kitab Al Khuthuth Al ‘Aridlah ‘Abdur Razzaq As Sayaji
ini, Syaikh mengatakan (dalam kaset Min Wara’i At Tafjirat fi Ardlil
Haramain) beberapa fatwa tentang kitab ini, di antaranya boleh membakar
kitab ini (yakni kitab Khuthuth Al ‘Aridlah). Dan Syaikh juga
mengingatkan agar kita berhati-hati dari Majalah As Sunnah yang
diterbitkan oleh Muhammad As Surur. Beliau menyebutkan bahwa majalah ini
lebih pantas dinamakan dengan Majalah Al Bid’ah.
Saya
katakan bahwa perkara ini memang seperti yang dikatakan oleh Syaikh.
Karena sesungguhnya Majalah As Sunnah itu membawa fitnah dan bencana
yang di dalamnya terdapat tikaman (cercaan, caci maki, dan sebagainya)
terhadap ‘Ulama Ahlus Sunnah dan Ahlul Hadits yang semua itu
–ditampilkan mereka seakan-akan– bernaung di bawah bendera Sunnah dengan
kalimat yang haq tapi –sebenarnya– yang dimaukan mereka adalah
kebathilan. Dan majalah ini –dengan berbagai dalil yang mereka
keluarkan– justeru menyimpang jauh dari As Sunnah dan Manhaj Salafus
Shalih. Seandainya mereka memang –sungguh-sungguh– mengajak ummat untuk
kembali berpegang dan mengamalkan Sunnah dengan benar, maka salah satu
ciri da’i yang mengajak kepada (pengamalan) As Sunnah itu adalah
mencintai Ahlus Sunnah dan para ‘Ulamanya.
Abu ‘Utsman Isma’il Ash Shabuni mengatakan dalam ‘Aqidah Salaf (halaman 118) –menukil dari Abu Hatim Ar Razi rahimahumallahu– :
“Tanda-tanda (ciri-ciri) Ahlul Bid’ah adalah cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar (Ahlul Hadits).”
Imam Ahmad bin Sinan rahimahullah mengatakan :
“Tidak
ada satupun Ahlul Bid’ah di dunia ini melainkan ia pasti membenci Ahlul
Hadits. Dan jika seseorang berbuat satu saja kebid’ahan, niscaya
tercabutlah manisnya hadits Rasulullah dari dalam hatinya.” (Ibid
halaman 116)
Fatwa Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili
Beliau
mengatakan (Mauqif Ahlis Sunnah 2/630) –tentang hukuman terhadap Ahlul
Bid’ah– : “Dengan membakar dan memusnahkan buku-buku mereka, ini
sesungguhnya menjadi hukuman bagi mereka, juga untuk menolak kerusakan
yang timbul akibat perhatian manusia terhadap buku-buku mereka dan
membacanya sehingga membahayakan (keyakinan dan prinsip) mereka dalam
agama mereka. Hal ini telah diperintahkan oleh Salafus Shalih bahkan
mereka sangat mendorong ummat untuk melakukannya.”
Faidah Dan Pelajaran Yang Dapat Diambil
Muhammad
bin Sirrin mengatakan : “Sebenarnya ‘Imran bin Haththan adalah seorang
tokoh Ahlus Sunnah Wal Jamaah, kemudian ia menikah dengan seorang wanita
Khawarij dengan cara madzhab Khawarij, katanya : ‘Saya menikahinya agar
dapat membimbingnya.’ Namun ternyata wanita itu akhirnya justeru
menyesatkannya, lalu sesudah itu iapun menjadi salah satu tokoh
Khawarij.” (As Siyar 4/214)
Fatwa Imam Malik rahimahullah
Imam
Malik, Imam Darul Hijrah, menyatakan : “Tidak boleh menyewakan
kitab-kitab Ahlul Ahwa’ (pengekor hawa nafsu) dan Ahlul Bid’ah
sedikitpun.” (Jami’ Bayanil Ilmi 2/942 tahqiq Abul Asybal Az Zuhairi)
Dari
penjelasan yang telah disebutkan ini, maka jelaslah bagi kita bahwa
sesungguhnya Manhaj Salafus Shalih dalam berurusan dengan buku-buku
bid’ah tegak dengan kokoh di atas pemahaman yang dalam terhadap bahaya
yang ditimbulkan oleh buku-buku tersebut.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
“Barangsiapa
yang berbuat curang terhadap kami, bukan dari golongan kami.” (HR.
Muslim Syarh An Nawawi 4/282. At Tirmidzi dalam Tuhfah 4/544)
Beliau
menyatakan demikian dalam perkara jual beli, maka bagaimana pula dengan
orang-orang yang menipu (berbuat curang) terhadap ummat ini dalam
‘aqidah dan pokok-pokok agamanya. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi
bahwa peringatan kepada manusia agar mereka menjauhi buku-buku Ahlul
Bid’ah itu lebih diutamakan dan didahulukan dari yang lainnya.
Akhir
dari pembahasan ini, tidak lupa saya tunjukkan apa yang telah dilakukan
oleh Yang Mulia Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berupa penjelasan
beliau mengenai buku-buku Ahlul Ahwa’ di jaman ini yang semuanya penuh
dengan kesesatan dalam ‘aqidah dan Manhaj. Anda akan dapati semua itu
dalam karya-karya beliau seperti Adlwa’ul Islamiyah ‘ala ‘Aqidati Sayyid
Quthb, Membongkar Pandangan Al Ghazali Terhadap As Sunnah dan Ahlus
Sunnah, dan Jama’ah Wahidah La Jama’at Wa Shirath Wahidah Laa ‘Asyarat,
dan lain-lain.
Dikumpulkan
oleh Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Mani’ Al Anasi
Al Atsari. Semoga Allah memberi taufiq kepada penyusun, penterjemah,
dan pemeriksa serta para pembaca sekalian agar dapat istiqamah di atas
Al Haq, Amiin.
Manhaj Salaf Dalam Mensikapi Buku-Buku Ahlul Bid’ah
(Dikutip dari majalah Salafy Edisi XXIX/1419 H M, karya Syaikh Abu Ibrahim Muhammad bin Mani’. )
Sumber: Salafy.or.id Penulis : Syaikh Abu Ibrahim Muhammad bin Mani Judul: Manhaj Salaf Dalam Mensikapi Buku-Buku Ahlul Bid’ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar