Ada
sebagian orang yang berkata bahwa apabila terdapat sebuah hadits yang
bertentangan dengan ayat Al-Qur’an maka hadits tersebut harus kita tolak
walaupun derajatnya shahih. Mereka mencontohkan sebuah hadits:
“Sesungguhnya mayit akan disiksa disebabkan tangisan dari keluarganya” .
Mereka
berkata bahwa hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radliyallahu ‘anha
dengan sebuah ayat dalam Al-Qur’an surat Fathir ayat 18: “Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.“Bagaimana kita membantah pendapat mereka ini ?
Jawaban:
Mengatakan
ada hadits shahih yang bertentangan dengan Al-Qur’an adalah kesalahan
yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam yang diutus oleh Allah memberikan keterangan yang bertentangan
dengan keterangan Allah yang mengutus beliau (bahkan sangat tidak
mungkin hal itu terjadi).
Dari
segi riwayat/sanad, hadits di atas sudah tidak terbantahkan lagi
ke-shahih-annya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Umar bin Khattab dan Mughirah bin Syu’bah, yang terdapat dalam kitab hadits shahih (Bukhari dan Muslim).
Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama dengan dua tafsiran sebagai berikut :
1.Hadits tersebut berlaku bagi mayit yang ketika hidupnya dia
mengetahui bahwa keluarganya (anak dan istrinya) pasti akan
meronta-ronta (nihayah) apabila dia mati. Kemudian dia tidak mau
menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar mereka tidak menangisi
kematiannya. Orang seperti inilah yang mayitnya akan disiksa apabila
ditangisi oleh keluarganya.
Adapun
orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat
nihayah, tapi kemudian ketika dia mati keluarganya masih tetap meratapi
dan menangisinya (dengan berlebihan), maka orang-orang seperti ini
tidak terkena ancaman dari hadits tadi.>
Dalam
hadits tersebut, kata al-mayyit menggunakan hurul alif lam (isim
ma’rifat) yang dalam kaiah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang
di bagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak
bersifat umum (bukan arti dari benda yang dimaksud). Oleh karena itu,
kata “mayit” dalam hadits di atas adalah tidak semua mayit, tapi mayit
tertentu (khusus).
Yaitu mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak mau memberi nasihat kepada keluarganya tentang haramnya nihayah.
Demikianlah,
ketika kita memahami tafsir hadits di atas, maka kini jelaslah bagi
kita bahwa hadits shahih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi ayat:”Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.”
Karena pada hakikatnya siksaan yang dia terima adalah akibat
kesalahan/dosa dia sendiri yaitu tidak mau menasihati dan berdakwah
kepada keluarga. Inilah penafsiran dari para ulama terkenal, di
antaranya Imam An-Nawawi.
2.Adapun
tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah di beberapa tulisan beliau bahwa yang
dimaksuddengan azab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan adzab
kubur atau azab akhirat melainkan hanyalah rasa sedih dan duka cita.
Yaitu rasa sedih dan duka ketika mayit tersebut mendengar rata tangis
dari keluarganya.
Tapi
menurut saya (Syaikh Al-Albani), tafsiran seperti itu bertentangan
dengan beberapa dalil. Di antaranya adalah hadits shahih riwayat
Mughirah bin Syu’bah:”Sesungguhnya mayit itu akan disiksa pada hari kiamat disebabkan tangisan dari keluarganya.“
Jadi
menurut hadits ini, siksa tersebut bukan di alam kubur tapi diakhirat,
dan siksaan di akhirat maksudnya adalah siksa neraka, kecuali apabila
dia diampuni oleh Allah, karena semua dosa pasti ada kemungkinan
diampuni oleh Allah kecuali dosa syirik.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
:”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’ : 48).
Banyak
hadits-hadits shahih dan beberapa ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa
seorang mayit itu tidak akan mendengar suara orang yang masih hidup
kecuali saat tertentu saja. Di antaranya (saat-saat tertentu itu) adalah
hadits riwayat Bukhari dari shahabat Anas bin Malik Radliyallahu’anhu:”Sesungguhnya
seorang hamba yang meninggal dan baru saja dikubur,dia mendengar bunyi
terompah (sandal) yang dipakai oleh orang-orang yang mengantarnya ketika
mereka sedang beranjak pulang, sampai datang kepada dia dua malaikat.”
Kapan seorang mayit itu bisa mendengar suara sandal orang yang masih
hidup? Hadits tersebut menegaskan bahwa mayit tersebut hanya bisa
mendengar suara sandal ketika baru saja dikubur, yaitu ketika ruhnya baru saja dikembalikan ke badannya dan dia didudukkan oleh dua malaikat.
Jadi, tidak setiap hari mayit itu mendengar suara sandal orang-orang
yang lalu lalang di atas kuburannya sampai hari kiamat. Sama sekali
tidak !
Seandainya
penafsiran Ibnu Taimiyyah di atas benar, bahwa seorang mayit itu bisa
mendengar tangisan orang yang masih hidup, berarti mayit tersebut bisa
merasakan dan mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya, baik ketika
dia sedang diusung atau dia dimakamkan, sementara tidak ada satupun
dalil yang mendukung pendapat seperti ini.
Hadits selanjutnya adalah:”Sesungguhnya
Allah mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas menjelajah di seluruh
permukaan bumi untuk menyampaikan kepadaku salam yang diucapkan oleh
umatku.“
Seandainya
mayit itu bisa mendengar, tentu mayit Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam lebih dimungkinkan bisa mendengar. Mayit beliau jauh lebih mulia
dibandingkan mayit siapapun, termasuk mayit para nabi dan rasul.
Seandainya mayit beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bisa mendengar,
tentu beliau mendengar salam dari umatnya yang ditujukan kepada beliau
dan tidak perlu ada malaikat-malaikat khusus yang ditugasi oleh Allah
untuk menyampaikan salam yang ditujukan kepada beliau.
Dari sini kita bisa mengetahui betapa salah dan sesatnya orang yang ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada orang yang sudah meninggal,
siapapun dia. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
paling mulia di sisi Allah dan beliau tidak mampu mendengar suara orang
yang masih hidup, apalagi selain beliau. Hal ini secara tegas
diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 194:
“Sesungguhnya yang kalian seru selain Allah adalah hamba juga seperti
kalian.”Juga di dalam surat Fathir ayat 14 :”Jika kalian berdo’a kepada mereka, maka mereka tidak akan mendengar do’a kalian.”
Demikianlah,
secara umum mayit yang ada di dalam kubur tidak bisa mendengar apa-apa
kecuali saat-saat tertentu saja. Sebagaimana yang sudah diterangkan
dalam beberapa ayat dan hadits di atas.
Sumber salafy.or.id offline Dikutip dari “Kaifa yajibu ‘alaina annufasirral qur’anil karim” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, edisi Bahasa Indonesia “Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur’an”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar