Kesyirikan
tidak hanya terjadi pada jaman jahiliyyah saat Rasulullah belum
diutus. Kesyirikan juga merebak di masa kini meski dikemas dengan
bungkus baru. Kehati-hatian agar tidak terjatuh pada perbuatan syirik
sangatlah penting karena Allah menyebut perbuatan ini sebagai dosa besar
yang paling besar dan tidak akan memberi ampunan pada pelakunya kecuali
ia telah bertaubat.
Dalam
beberapa edisi yang telah lalu, telah dibahas permasalahan seputar
aqidah, terutama kaitannya dengan pembahasan bagaimana seseorang bisa
memperbaiki hubungannya dengan Allah atau yang diistilahkan dengan
ibadah. Pada edisi mendatang insya Allah , akan dibahas suatu
permasalahan yang sangat besar yang bisa menjadikan peribadatan
seseorang menjadi amalan yang sia-sia bahkan bisa menjadi adzab baginya.
Itulah lawan dari ibadah yaitu syirik.
Untuk mengawali pembahasan seputar syirik, pada edisi ini
akan dipaparkan sejarah kemunculan syirik yang terjadi pada umat
manusia. Sementara bagaimana hakikat kesyirikan itu sendiri,
jenis-jenisnya, serta pengaruhnya dalam kehidupan sebagai individu,
masyarakat, dan bernegara, akan dibahas pada edisi mendatang, insya
Allah . Selain itu, kajian mendatang juga akan membongkar praktek
syirik yang berkembang di masyarakat.
Awal Terjadinya Kesyirikan
Allah
menciptakan jin dan manusia dengan suatu tujuan, yang dengannya Allah
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia dalam mewujudkan
tujuan tersebut. Dalam Al Qur’an, Allah menyebut tujuan penciptaan
jin dan manusia:
“Dan
tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan dari mereka sedikitpun dari
rizki. Dan Aku tidak menginginkan sedikitpun dari mereka untuk
memberi-Ku makan. Sesungguhnya Dia, Allah Maha Pemberi rizki, Pemilik kekuatan lagi Sangat Kkokoh.” (Adz-Dzariyat: 56-58)
Sesungguhnya,
tugas yang diemban jin dan manusia sangatlah ringan bila dibandingkan
dengan segala jenis kenikmatan yang telah Allah limpahkan. Akan tetapi
untuk mewujudkan perkara yang ringan ini, butuh pengorbanan dan
perjuangan yang sangat besar, karena rintangan dan penghalang di jalan
ini juga sangatlah besar.
Dengan
tugas ini, bukan berarti Allah butuh kepada hamba sehingga sehingga
kita diperintah untuk sujud dan ruku’ di hadapan-Nya. Akan tetapi
sebagai perwujudan semata-mata kebutuhan kita kepada Allah . Karena
kita sadar bahwa setiap saat, tidak ada satu makhluk pun yang tidak
butuh kepada-Nya. Oleh karena itu Allah menetapkan bahwa di sana ada
tali penghubung antara diri hamba-Nya dengan Allah . Itulah ibadah.
Amanah
ibadah ini diakui oleh semua orang, namun dalam prakteknya sangat
terkait dengan fitrah yang diberikan Allah kepada tiap manusia.
Artinya, apabila fitrahnya belum disentuh oleh penyimpangan dan segala
bentuk noda yang mengotori tentu akan menyambut tugas tersebut sesuai
dengan apa yang dimaukan oleh Allah . Sebaliknya, bila fitrah itu rusak
maka perwujudan ibadah akan bisa diarahkan kepada selain Pemiliknya.
Allah menjelaskan keberadaan fitrah ini dalam firman-Nya:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah.” (Ar-Rum: 30)
Rasulullah bersabda:
“Setiap
anak dilahirkan di atas kesucian, kedua orangtuanyalah yang menjadikan
ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1278 dan
Muslim no. 2658 dari hadits Abu Hurairah )
Ayat
dan hadits di atas, secara gamblang menjelaskan bahwa asal kehidupan
seseorang di muka bumi ini adalah kesucian fitrah yaitu Islam. Ini
sebagai bantahan untuk kelompok Mu’tazilah yang mengatakan bahwa asal
kehidupan manusia adalah kufur.
Di
atas kemurnian fitrah inilah, Allah menurunkan kemurnian agama-Nya
yang meliputi ajaran dan aturan, perintah dan larangan, keterangan
tentang tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah. Dan di atas kesucian
fitrah ini pula, setiap orang akan menyambut seruan syariat tersebut.
Adapun
orang yang telah ternodai fitrahnya, ia akan mengelak dengan berbagai
cara untuk bisa keluar dari larangan, ancaman, dan perintah sehingga
bebas merdeka tanpa ada aturan yang mengikat. Berjalan sesuai kehendak
sendiri, melaksanakan apa yang diinginkan dengan tidak mengindahkan
aturan-aturan yang ada.
Siapakah
yang menjadi dalang kerusakan ini? Kapankah kerusakan itu mulai
terjadi? Kerusakan apakah yang terbesar menimpa fitrah seseorang?
Dalang
kerusakan fitrah manusia itu adalah iblis dan bala tentaranya dari
kalangan jin dan manusia. Allah menerangkan dalam firman-Nya:
“Demikianlah
Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan (dari
jenis) manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu manusia.” (Al-An’am:
112)
“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh dari orang-orang yang berdosa.” (Al-Furqan: 31)
Kesyirikan di Masa Nabi Nuh
Usaha
iblis dan tentaranya untuk merusak fitrah manusia dimulai ketika dia
dijauhkan dari rahmat Allah menjadi terkutuk dan terlaknat, serta
divonis menjadi calon penghuni neraka. Keberhasilan yang “gemilang”
adalah pada kurun kesepuluh masa Nabi Nuh . Dengan kata lain,
terjadinya penyimpangan fitrah besar-besaran adalah pada generasi Nabi
Nuh .
Ibnu ‘Abbas c berkata ketika menafsirkan firman Allah :
“Dan
mereka berkata, jangan sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan
tuhan-tuhan kalian dan jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd,
Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23)
“Berhala-berhala
yang dulu disembah oleh kaum Nabi Nuh telah menjadi (sesembahan) di
negeri Arab setelahnya. Wadd adalah (sesembahan) Bani Kalb di Daumatul
Jandal. Suwa’ adalah (sesembahan) Bani Hudzail, Yaghuts adalah
sesembahan Bani Murad dan Bani Guthaif di Jauf (negeri Saba’). Ya’uq
(sesembahan) Bani Hamdan, dan Nasr (sesembahan) Bani Himyar pada
keluarga Dzil Kala’. Mereka adalah nama orang-orang shalih pada kaum
Nabi Nuh . Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada
orang-orang agar membuat berhala/ gambar di majelis-majelis mereka dan
setan memerintahkan: ‘Namakanlah dengan nama-nama mereka (orang-orang
shalih tersebut).’
Mereka
melakukannya dan (pada waktu itu berhala tersebut) belum disembah
hingga mereka (para pembuat berhala) binasa dan ilmu terlupakan
(dihapus), maka berhala itu menjadi sesembahan.” (Shahih, HR. Al-Imam
Al-Bukhari no. 4599)
Inilah
kerusakan yang paling besar dan pertama kali menimpa fitrah manusia di
masa Nabi Nuh . Yaitu kerusakan i’tiqad (keyakinan) yang berwujud
kesyirikan kepada Allah. Kerusakan ini pula yang menimpa umat
Rasulullah sampai hari kiamat. Pada akhirnya, di atas kerusakan ini
mereka mendapat kehinaan dan penghinaan, kerendahan dan perendahan,
malapetaka demi malapetaka, kehancuran, kerusakan, kemunduran, dsb.
Sunnatullah ini telah menimpa umat Rasulullah sehingga harus terwarnai
hidup mereka dengan kesyirikan di dunia. Bahkan apa yang mereka lakukan
telah mencapai puncaknya di mana menjadikan kesyirikan sebagai wujud
ketauhidan kepada Allah dan kecintaan kepada wali-wali Allah .
Tentang kebenaran sunnatullah ini, dijelaskan Rasulullah di dalam haditsnya:
“Kalian
benar-benar akan mengikuti langkah umat-umat sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Kalaupun seandainya mereka
masuk ke lubang binatang dhab (semacam biawak), niscaya kalian akan
memasukinya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3456, Muslim no. 2669 dari
shahabat Abu Sa’id Al-Khudri z)
Kesyirikan Sebelum Diutusnya Rasulullah
Sejengkal
demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, umat ini akan terus mengikuti
langkah umat sebelumnya. Tentunya juga tidak terlepas dari mengikuti
mereka dalam peribadatan kepada selain Allah . Hal yang demikian ini
akan terjadi sampai hari kiamat. Rasulullah bersabda:
“Tidak
akan terjadi hari kiamat sampai kabilah-kabilah dari umatku mengikuti
orang-orang musyrik.” (HR. Abu Dawud no. 4252, Ibnu Majah no.3952 dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud,
3/801 no. 3577 dan dalam Shahih Ibnu Majah, 2/352 no. 3192 dari shahabat
Tsauban)
Sebelum
Rasulullah diutus, bangsa Arab terbagi menjadi dua. Satu kelompok
mengikuti agama-agama terdahulu seperti agama Yahudi, Nasrani, dan
Majusi sedangkan satu kelompok lagi mengikuti agama Nabi Ibrahim yang
lurus, terlebih di negeri Hijaz, Makkah Al-Mukarramah. Sampai pada
akhirnya muncul seseorang yang bernama ‘Amr bin Luhai Al-Khuza’i,
seorang raja di negeri Hijaz. Dia dikenal sebagai ahli ibadah, shalih,
dsb.
Suatu
waktu, ia pergi ke negeri Syam untuk berobat. ‘Amr bin Luhai melihat
penduduk negeri Syam menyembah berhala dan dia menganggap baik perbuatan
tersebut. Pulang dari Syam, ‘Amr bin Luhai membawa patung yang digali
dari peninggalan kaum Nuh . Lalu dia membagikannya kepada kabilah Arab
dan memerintahkan untuk menyembahnya. Orang-orang pun menyambut dan
menerima seruan tersebut hingga menjadikan kesyirikan masuk ke negeri
Hijaz dan negeri lainnya.
Rasululllah bersabda tentang ‘Amr bin Luhai Al-Khuza’i:
“Aku
menyaksikan ‘Amr bin Luhai Al-Khuza’i menarik isi perutnya di dalam
neraka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3521 dan Muslim no. 2856 dari
shahabat Abu Hurairah z , lihat Syarah Masail Al-Jahiliyyah karya
Asy-Syaikh Shalih Fauzan dan Mukhtashar Sirah karya Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdulwahhab, hal. 12)
Islam dan Syirik
Syirik
merupakan satu praktek ibadah kepada selain Allah . Dengan kata lain,
menjadikan tandingan bagi Allah dalam segala wujud peribadatan. Atau
memalingkan peribadatan yang semestinya diberikan kepada Allah kepada
selain-Nya. Ini merupakan wujud kedzaliman dan kegelapan karena
memberikan hak peribadatan kepada selain Allah .
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Islam
adalah agama rahmat, agama keselamatan dan agama yang terang benderang,
malamnya seperti siangnya. Diturunkan Allah sebagai agama nikmat yang
telah diridhainya.
“Pada
hari ini aku sempurnakan agama kalian dan aku cukupkan atas kalian
nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 3)
“Agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
“Barangsiapa
mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima oleh Allah
dan dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 84)
Islam
sangat menentang segala bentuk kesyirikan, memerangi segala bentuk
kedzaliman, dan menyinari kegelapan hidup dengan lentera wahyu Al Qur’an
dan As Sunnah. Kesyirikan bukan dari Islam sedikitpun sehingga (tidak
pantas) dihidupkan. Kesyirikan bukan lambang tauhid yang harus
diperjuangkan. Kesyirikan adalah agama iblis dan tentara-tentaranya.
Kesyirikan adalah kesesatan, kehinaan, kerendahan, kegelapan,
kedzaliman, kegagalan dan kehancuran dunia akhirat. Wallahu a’lam.
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi Judul asli : Jangan kau Duakan Ibadahmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar