- Dipublikasikan: 07 April 2013
- Dibaca: 2020 kali.
Hukum Sholat tanpa Penutup Kepala
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala aalihi wa shohbihi ajma'in.
Mungkin kita pernah menyaksikan sebagian
orang ketika shalat dalam keadaan penutup kepala. Apakah seperti ini
bermasalah, artinya tidak afdhol atau bahkan tidak dibolehkan sama
sekali ketika shalat? Berikut ada pelajaran menarik dari ulama Al Lajnah
Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) akan hal ini. Fatwa ini lebih
menenangkan karena dibangun atas kaedah yang tepat. Moga bermanfaat.
Al Lajnah Ad Daimah ditanya,
Apa hukum shalat tanpa penutup kepala
dan ini dilakukan terus menerus? Ada yang mengatakan bahwa memakai peci
(songkok) bukanlah sunnah (ajaran yang patut diikuti) karena tidak ada
hadits yang menjelaskan hal ini. Oleh karena itu sekelompok orang
mengatakan di negeri kami bahwa mengenakan peci bagi orang yang shalat
dan selainnya bukanlah ajaran yang patut diikuti. Sampai-sampai dalam
rangka melecehkan, mereka menyebut peci dengan "qith'at qumaas" (hanya
sekedar potongan kain tenun).
Al Lajnah Ad Daimah menjawab,
Pertama, pakaian
termasuk dalam perkara adat dan bukanlah perkara ibadah, sehingga ada
kelapangan dalam hal ini. Pakaian apa saja tidaklah terlarang kecuali
yang dilarang oleh syari'at seperti mengenakan kain sutera untuk pria,
mengenakan pakaian tipis yang menampakkan aurat, mengenakan pakaian
ketat yang membentuk lekuk tubuh yang termasuk aurat, atau pakaian
tersebut termasuk tasyabbuh (menyerupai) pakaian wanita atau pakaian
yang menjadi kekhususan orang kafir.
Kedua, perlu diketahui
bahwa kepala pria bukanlah aurat dan tidak disunnahkan untuk ditutup
baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Boleh saja seorang pria
mengenakan 'imamah atau peci dan boleh juga ia membiarkan kepalanya
tanpa penutup kepala dalam shalat atau pun dalam kondisi lainnya. Dan
perlu diperhatikan bahwa tidak perlu sampai seseorang menjelek-jelekkan
orang lain atau melecehkannya dalam hal ini.
Wa billahit taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh
'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz selaku ketua; Syaikh 'Abdur Rozaq
'Afifi selaku wakil ketua; Syaikh 'Abdullah bin Ghudayan selaku anggota.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al 'Ilmiyyah wal Ifta', pertanyaan pertama no. 9422, 24/45
***
Kaedah dan pelajaran di atas sangat
bermanfaat sekali dalam perkara seputar pakaian dan penutup kepala. Moga
yang singkat ini bermanfaat.
Artikel: www.rumaysho.com
Tidak Memakai Peci Saat Shalat
Pertanyaan:
Ustadz, apa hukum laki-laki yg tdk memakai peci atau kopiah saat sholat..?
Jawaban:
Allah berfirman,yang artinya, "Wahai
anak keturunan Adam kenakanlah pakaian perhiasan kalian setiap kali
kalian mengerjakan shalat" [QS al A'raf:31].
Syaikh Abdurrahman as Sa'di menjelaskan
ayat di atas dengan mengatakan, "Maknanya tutupilah aurat kalian ketika
kalian mengerjakan shalat baik shalat yang wajib maupun shalat sunah
karena tertutupnya aurat itu menyebabkan indahnya badan sebagaimana
terbukanya aurat itu menyebabkan badan nampak jelek dan tidak sedap
dipandang.
Zinah [perhiasan] dalam ayat di atas
bisa juga bermakna pakaian yang lebih dari sekedar menutup aurat itulah
pakaian yang bersih dan rapi.
Jadi dalam ayat di atas terdapat perintah untuk menutupi aurat ketika ketika hendak mengerjakan shalat dan mema
Jadi dalam ayat di atas terdapat perintah untuk menutupi aurat ketika ketika hendak mengerjakan shalat dan mema
kai pakaian yang menyebabkan orang yang
memakainya nampak sedap dipandang mata serta memakai pakaian yang bersih
dari kotoran dan najis" [Taisir Karim ar Rahman hal 311, terbitan Dar
Ibnul Jauzi , cet kedua 1426 H].
Berdasarkan makna yang kedua yang
disampaikan oleh Ibnu Sa'di di atas maka ketika kita mengerjakan shalat
kita dianjurkan untuk memakai pakaian perhiasan. Itulah pakaian yang
menyebabkan kita sedap dipandang jika kita memakainya. Tolak ukur
pakaian perhiasan adalah kebiasaan masyarakat sehingga berbeda-beda
antara satu daerah dengan daerah yang lain, satu zaman dengan zaman yang
lain.
Sehingga jika di suatu daerah memakai
peci adalah bagian dari berpakaian rapi dan menarik ketika shalat maka
memakai peci adalah suatu hal yang dianjurkan sehingga tidak memakai
peci dalam kondisi tersebut berarti melakukan hal yang kurang afdhol.
Akan tetapi hukum memakai peci menjadi berbeda manakala kita
berdomisili di suatu yang tidak menilai berpeci sebagai bagian dari kerapian berpakaian dalam shalat.
berdomisili di suatu yang tidak menilai berpeci sebagai bagian dari kerapian berpakaian dalam shalat.
Artikel www.ustadzaris.com
Menutup Dahi saat Sujud
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Pak Ustadz mohon penjelasan tentang cara sujud:
Saya pernah mendengar bahwa kalau sedang sujud, tidak boleh ada yang menghalangi kening (jidat) dengan tempat sujud. Bagaimana kalau yang menghalangi tersebut adalah rambut, kopiah (topi), atau mukena (bagi wanita)?
Saya pernah mendengar bahwa kalau sedang sujud, tidak boleh ada yang menghalangi kening (jidat) dengan tempat sujud. Bagaimana kalau yang menghalangi tersebut adalah rambut, kopiah (topi), atau mukena (bagi wanita)?
Demikian dan terima kasih atas penjelasannya.
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabaraakatuhu.
Dari: Bestalman
Dari: Bestalman
Jawaban:
Wa alaikumus salam wa rahmatullaahi wa baraakatuh,
Ulama berselisih pendapat tentang hukum sujud dengan menempelkan tujuh anggota sujud secara langsung di lantai atau alas sujud.
Pendapat pertama, wajib meletakkan tujuh
anggota sujud secara langsung di lantai atau alas sujud (sajadah), dan
tidak boleh menutupi anggota sujud dengan pakaian yang digunakan.
Seperti menutupi telapak tangan dengan lengan baju atau peci yang
menutupi dahi. Ini adalah pendapat dalam madzhab Syafi'iyah dan salah
satu riwayat pendapat Imam Ahmad.
Pendapat kedua, tidak wajib meletakkan
anggota sujud secara langsung di lantai atau alas shalat. Namun
dibolehkan sujud dalam keadaan anggota sujudnya tertupi pakaian yang
dikenakan ketika shalat. Seperti, sujud dalam keadaan peci menutupi
dahi. Ini adalah pendapat mayoritas ulama –Hanafiyah, Malikiyah, dan
Hambali– dan pendapat para ulama masa silam, seperti Atha', Thawus,
an-Nakha'i, asy-Sya'bi, al-Auza'i, dsb. Pendapat kedua ini insya Allah
lebih kuat berdasarkan beberapa dalil berikut:
Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu, beliau mengatakan:
Kami pernah shalat bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam di hari yang sangat panas. Jika ada
sahabat yang tidak mampu untuk meletakkan dahinya di tanah, mereka
membentangkan ujung bajunya, kemudian bersujud. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibn Abbas radliallahu 'anhu, beliau mengatakan,
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah shalat dengan satu pakaian, yang beliau gunakan untuk membungkus
dirinya. Beliau gunakan ujung-ujung pakaiannya untuk menghindari panas
dan dinginnya tanah. (HR. Ahmad dan dinilai hasan li ghairihi oleh
Syuaib al-Arnauth).
Dan beberapa hadis lainnya.
Hadis ini menunjukkan bahwa sujud dengan
kondisi dimana anggota sujud tertutupi pakaian shalat tidaklah
membatalkan shalatanya. Namun perlu diingat bahwa hal ini diperbolehkan
JIKA dibutuhkan. Sebagaimana rincian pada pembahasan di bawah ini.
Sujud Menggunakan Alas
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin memberikan rincian tentang hukum bersujud di atas alas. Beliau mengatakan:
Alas untuk sujud ada tiga macam:
Pertama, alas tersebut
merupakan salah satu anggota sujud. Misalnya sujud sambil meletakkan
tangan di dahi, sehingga dahinya tertutup tangan. Atau meletakkan tangan
kiri di atas tangan kanan, atau mengangkat salah satu kaki dan
diletakkan di atas kaki satunya. Sujudnya dengan kondisi seperti ini
hukumnya terlarang dan sujudnya tidak sah. Karena berarti ada anggota
sujud yang tidak menempel tanah.
Kedua, alas tersebut
bukan anggota sujud, namun melekat di badan orang yang shalat. Misalnya:
peci, surban, baju, dsb. Bersujud di atas alas semacam ini hukumnya
makruh, kecuali jika ada kebutuhan. Misalnya, untuk menahan panasnya
lantai. Anas bin Malik tmengatakan: "Kami shalat bersama Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pada kondisi terik yang sangat panas. Jika
diantara kami ada yang tidak kuat meletakkan dahinya di tanah, mereka
menghamparkan ujung pakaiannya dan sujud di atasnya."
Hadis ini menunjukkan bahwa menggunakan
alas ketika sujud ketika TIDAK dibutuhkan adalah makruh. Karena para
sahabat yang menghamparkan pakaiannya untuk digunakan alas sujud hanya
mereka yang merasa tidak kuat menahan panasnya tanah masjid. Sementara
mereka yang tidak merasa kepanasan, tidak menghamparkan bajunya untuk
alas dahi ketika sujud.
Ketiga, bersujud dengan
alas yang tidak termasuk pakaian yang melekat pada tubuh orang yang
shalat. Misalnya: tikar, sajadah, karpet, keramik, sandal, dan
semacamnya. Alas-alas sujud semacam ini BOLEH digunakan untuk sujud.
(Simak asy-Syarh al-Mumthi', 3:114 – 115)
Allahu a'lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.konsultasisyariah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar