Terkadang pada hari-hari besar diadakan kegiatan-kegiatan yang
tergolong bid‘ah, seperti hari raya lokal yang diisi dengan kegiatan
buruk di luar syari‘at Islam, misalnya kegiatan yang dilakukan pada hari
‘Arafah. Padahal sepanjang yang saya ketahui, kaum muslim tidak ada
yang berbeda pendapat mengenai terlarangnya kegiatan ini, seperti menuju
ke kuburan orang-orang yang dianggap shalih atau berkumpul di
kuburannya yang hal itu biasa dilakukan oleh sebagian penduduk wilayah
timur dan barat, seperti ibadah yang dilakukan oleh para jama‘ah haji di
‘Arafah. Kegiatan bid‘ah dalam ibadah haji semacam ini sama sekali
tidak pernah disyari‘atkan Allah, tetapi mereka menganggapnya sama
dengan ibadah haji yang memang disyari‘atkan Allah. Mereka juga
menjadikan kuburan-kuburan tertentu sebagai tempat merayakan hari besar.
Perbuatan lain yang semacam itu di antaranya adalah bersuara keras-keras di masjid ketika berdo‘a, mengadakan berbagai macam khutbah dan membaca syair-syair yang menyesatkan dan lain-lain. Semua ini adalah perbuatan yang dibenci agama. Dalam satu riwayat dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari Qatadah, dari Sa‘id bin Musayyab, Al Khalal berkata: “Orang-orang banyak mengeraskan suaranya di saat berdo‘a (dalam masjid).”
Dari Sa‘id bin Abi ‘Arubah, ia berkata: “Sesungguhnya Mujalid bin Sa‘id pernah mendengar suatu kaum mengeraskan suara mereka ketika berdo‘a, lalu ia datangi mereka kemudian berkata: “Wahai suatu kaum, jika kamu ini memang benar, berarti kamu lebih baik para pendahulu kamu, tetapi sayang kamu sekalian sesat.” Kata Sa‘id: “Kemudian seorang demi seorang pergi meninggalkan tempat itu.”
Dalam sebuah riwayat dengan sanad dari Ibnu Saudzab dari Abu Syayyah, Al Khalal berkata: “Saya berkata kepada Hasan: ‘Ketika Imam kami bercerita, orang-orang laki-laki dan perempuan datang berkumpul, kemudian mereka mengeraskan suara mereka ketika berdo‘a, bagaimana perbuatan semacam ini?’ Hasan berkata: ‘Mengeraskan suara ketika berdo‘a adalah bid‘ah. Mengangkat tangan ketika berdo‘a adalah bid‘ah. Perempuan dan laki-laki berkumpul semacam itu adalah bid‘ah.’”
Masalah mengangkat tangan ketika berdo‘a masih menjadi masalah yang diperselisihkan. Ada beberapa hadits berkenaan dengan hal ini, tetapi bukan di sini tempatnya untuk membahasnya. Perbedaan pemahaman dalam masalah ini masih diperselisihkan. Masalah yang tidak lagi diperselisihkan ialah bahwa memilih tempat tertentu untuk melakukan suatu kegiatan keagamaan, seperti memilih kuburan orang shalih atau masjidil Aqsha, hal semacam ini hanya meniru kegiatan berkumpul di ‘Arafah. Hal ini berbeda dengan berkumpul di masjid kampung. Sebab berkumpul di tempat-tempat tertentu yang dianggap lebih utama biasanya dimaksudkan untuk menghormati tempat itu dan bukan hanya melakukan kebaikan di tempat itu. Mendatangi masjid merupakan perbuatan yang dibenarkan oleh syari‘at, selama tujuannya adalah pergi ke salah satu rumah Allah, bukan dengan niat mengistimewakan tempat itu semata-mata. Kalau mengistimewakan masjid tertentu karena dianggap lebih utama dari masjid lain, maka hal ini dilarang. Begitu pula seseorang yang pergi ke tempat tertentu yang dianggapnya seperti orang melakukan haji ke ‘Arafah. Hal ini berbeda dengan berkumpul di masjid kampung, karena Nabi pernah bersabda:
“Janganlah melakukan perjalanan dengan susah payah kecuali hanya ke tiga masjid, yaitu: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan masjidku ini.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sepanjang yang saya ketahui masalah ini tidak ada perbedaan pendapat. Sekalipun Nabi melarang mengunjungi masjid-masjid lain kecuali 3 masjid di atas, tetapi sudah dimaklumi bahwa seseorang datang ke masjid di kampungnya adakalanya wajib, seperti untuk shalat Jum‘ah dan adakalanya sunnah seperti untuk melaksanakan i‘tikaf.
Sesungguhnya berkumpul beramai-ramai di kuburan untuk melakukan perayaan hari-hari besar adalah haram, baik dilakukan dengan melakukan perjalanan jauh atau tidak, baik pada hari ‘Arafah atau hari lain. Demikian pula perayaan hari-hari besar setempat yang dilakukan berkaitan dengan waktu tertentu.
Perbuatan menabuh kendang dan membunyikan terompet juga termasuk perbuatan yang dilarang, bukan hanya khusus hari raya saja, juga pada hari-hari lain. Begitu pula memakai kain sutera atau pakaian yang lain yang telah dilarang agama. Meninggalkan hal-hal yang sunnah juga termasuk dalam kategori berbuat bid‘ah.
Dengan demikian sudah seharusnya kita merayakan hari-hari besar seperti yang biasa dilakukan oleh para pendahulu kita dengan cara melaksanakan shalat, khutbah, takbir, berzakat pada hari raya ‘Idul Fitri atau menyembelih hewan kurban pada hari raya ‘Idul Adha. Sebagian manusia ada yang mengurangi pelaksanaan takbir yang disunnahkan pada hari-hari tersebut. Sebagian dari khatib dan imam shalat hari raya ada yang meninggalkan tuntunan khutbah, yaitu setelah berkhutbah di hadapan jama‘ah laki-laki seharusnya dia datang ke barisan kaum perempuan untuk memberikan khutbah kepada mereka sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh Rasulullah . Sebagian lain lagi ada yang tidak lagi menggunakan bacaan-bacaan yang seharusnya ia baca dalam khutbahnya, tetapi justru ia beralih kepada bacaan-bacaan yang sedikit sekali kebaikannya. Sebagian lagi tidak menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban di lapangan tempat pelaksanaan shalat dan ada yang melakukan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah . Sesungguhnya Islam itu adalah melaksanakan ma‘ruf atau segala yang diperintahkan dan meninggalkan yang mungkar atau segala yang dilarang.
Perbuatan lain yang semacam itu di antaranya adalah bersuara keras-keras di masjid ketika berdo‘a, mengadakan berbagai macam khutbah dan membaca syair-syair yang menyesatkan dan lain-lain. Semua ini adalah perbuatan yang dibenci agama. Dalam satu riwayat dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari Qatadah, dari Sa‘id bin Musayyab, Al Khalal berkata: “Orang-orang banyak mengeraskan suaranya di saat berdo‘a (dalam masjid).”
Dari Sa‘id bin Abi ‘Arubah, ia berkata: “Sesungguhnya Mujalid bin Sa‘id pernah mendengar suatu kaum mengeraskan suara mereka ketika berdo‘a, lalu ia datangi mereka kemudian berkata: “Wahai suatu kaum, jika kamu ini memang benar, berarti kamu lebih baik para pendahulu kamu, tetapi sayang kamu sekalian sesat.” Kata Sa‘id: “Kemudian seorang demi seorang pergi meninggalkan tempat itu.”
Dalam sebuah riwayat dengan sanad dari Ibnu Saudzab dari Abu Syayyah, Al Khalal berkata: “Saya berkata kepada Hasan: ‘Ketika Imam kami bercerita, orang-orang laki-laki dan perempuan datang berkumpul, kemudian mereka mengeraskan suara mereka ketika berdo‘a, bagaimana perbuatan semacam ini?’ Hasan berkata: ‘Mengeraskan suara ketika berdo‘a adalah bid‘ah. Mengangkat tangan ketika berdo‘a adalah bid‘ah. Perempuan dan laki-laki berkumpul semacam itu adalah bid‘ah.’”
Masalah mengangkat tangan ketika berdo‘a masih menjadi masalah yang diperselisihkan. Ada beberapa hadits berkenaan dengan hal ini, tetapi bukan di sini tempatnya untuk membahasnya. Perbedaan pemahaman dalam masalah ini masih diperselisihkan. Masalah yang tidak lagi diperselisihkan ialah bahwa memilih tempat tertentu untuk melakukan suatu kegiatan keagamaan, seperti memilih kuburan orang shalih atau masjidil Aqsha, hal semacam ini hanya meniru kegiatan berkumpul di ‘Arafah. Hal ini berbeda dengan berkumpul di masjid kampung. Sebab berkumpul di tempat-tempat tertentu yang dianggap lebih utama biasanya dimaksudkan untuk menghormati tempat itu dan bukan hanya melakukan kebaikan di tempat itu. Mendatangi masjid merupakan perbuatan yang dibenarkan oleh syari‘at, selama tujuannya adalah pergi ke salah satu rumah Allah, bukan dengan niat mengistimewakan tempat itu semata-mata. Kalau mengistimewakan masjid tertentu karena dianggap lebih utama dari masjid lain, maka hal ini dilarang. Begitu pula seseorang yang pergi ke tempat tertentu yang dianggapnya seperti orang melakukan haji ke ‘Arafah. Hal ini berbeda dengan berkumpul di masjid kampung, karena Nabi pernah bersabda:
“Janganlah melakukan perjalanan dengan susah payah kecuali hanya ke tiga masjid, yaitu: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan masjidku ini.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sepanjang yang saya ketahui masalah ini tidak ada perbedaan pendapat. Sekalipun Nabi melarang mengunjungi masjid-masjid lain kecuali 3 masjid di atas, tetapi sudah dimaklumi bahwa seseorang datang ke masjid di kampungnya adakalanya wajib, seperti untuk shalat Jum‘ah dan adakalanya sunnah seperti untuk melaksanakan i‘tikaf.
Sesungguhnya berkumpul beramai-ramai di kuburan untuk melakukan perayaan hari-hari besar adalah haram, baik dilakukan dengan melakukan perjalanan jauh atau tidak, baik pada hari ‘Arafah atau hari lain. Demikian pula perayaan hari-hari besar setempat yang dilakukan berkaitan dengan waktu tertentu.
Perbuatan menabuh kendang dan membunyikan terompet juga termasuk perbuatan yang dilarang, bukan hanya khusus hari raya saja, juga pada hari-hari lain. Begitu pula memakai kain sutera atau pakaian yang lain yang telah dilarang agama. Meninggalkan hal-hal yang sunnah juga termasuk dalam kategori berbuat bid‘ah.
Dengan demikian sudah seharusnya kita merayakan hari-hari besar seperti yang biasa dilakukan oleh para pendahulu kita dengan cara melaksanakan shalat, khutbah, takbir, berzakat pada hari raya ‘Idul Fitri atau menyembelih hewan kurban pada hari raya ‘Idul Adha. Sebagian manusia ada yang mengurangi pelaksanaan takbir yang disunnahkan pada hari-hari tersebut. Sebagian dari khatib dan imam shalat hari raya ada yang meninggalkan tuntunan khutbah, yaitu setelah berkhutbah di hadapan jama‘ah laki-laki seharusnya dia datang ke barisan kaum perempuan untuk memberikan khutbah kepada mereka sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh Rasulullah . Sebagian lain lagi ada yang tidak lagi menggunakan bacaan-bacaan yang seharusnya ia baca dalam khutbahnya, tetapi justru ia beralih kepada bacaan-bacaan yang sedikit sekali kebaikannya. Sebagian lagi tidak menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban di lapangan tempat pelaksanaan shalat dan ada yang melakukan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah . Sesungguhnya Islam itu adalah melaksanakan ma‘ruf atau segala yang diperintahkan dan meninggalkan yang mungkar atau segala yang dilarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar