Berabad-abad lamanya sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah
umat. Terkhusus perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bahkan termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Berangkat dari akidah
yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi seperti pengkhianatan dan
pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan
kaum Syi’ah terhadap kaum muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah
karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam
Ibnu Katsir, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Pengkhianatan Daulah Qaramithah
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan
oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran Syi’ah
Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-
Shadiq. Daulah ini berkuasa selama 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif,
Bahrain, Oman, dan Syam.
Pada tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji
dan menyerang mereka pada bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala itu. Di
saat mendapat perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya,
“Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah
kami.” Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian (salah
sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman
dan melanjutkan perjalanannya, maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan diri,
diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah haji tadi
kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita Syi’ah
mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka
menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang menyahut,
maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000
jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta dinar. Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah
haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka membunuh
dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji,
ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya
matahari.
Pada tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju
menuju Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu
sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan peperangan dan berhasil
membunuh mayoritas pasukan Kufah.
Pada tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang berumur
22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka membunuh jamaah
haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir duduk di depan
Ka’bah dan berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk
dan yang mematikan mereka.”
Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah, dan
menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah untuk
mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan salah satu tentaranya
untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya
berseru, “Mana burung yang berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil
(yang menimpa pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang
masa kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar
Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah tersebut di
tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan
harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah peperangan
setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu
melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik
jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam bila ingin
mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat banyak atau
dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu
mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000
dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbas
Sumber: Pengkhianatan Syiah dalam Lembaran Sejarah (bagian 1) - Situs Resmi Ma'had
As-Salafy - http://mahad-assalafy.com/2013/11/25/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaransejarah-
bagian-1/
WhatsApp Salafiyyin Jogja
Pengkhianatan Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 2)
Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Kelompok ini terpecah
menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan
Ismailiyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang.
Tulisan berikut adalah kelanjutan catatan kelam daulah Fathimiyyah yang berideologi
Syi’ah. Termuat dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-
Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullaah, seorang ulama besar
bermadzhab Syafi’i.
Prahara pada Tahun 478 H – 482 H
Pada tahun 478 H, Syi’ah Rafidhah menyerang umat Islam di Baghdad. Terjadilah
peperangan dengan jumlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak.
Padahal, pada tahun itu terjadi wabah demam di mana-mana, kematian binatang-binatang
ternak secara mendadak, serta wabah tha’un (sejenis penyakit pes) yang menyerang
secara luas di Irak, Mekkah, Madinah, dan Syam.
Pada tahun 481 H, Syi’ah Rafidhah melakukan penyerangan terhadap kaum muslimin di
Baghdad. Peperangan terjadi sekian kali dengan jumlah korban yang cukup banyak dari
kedua belah pihak.
Pada tahun 482 H, penduduk Karkh yang beraliran Syi’ah Rafidhah menyerang umat
Islam hingga terjadi peperangan yang berkepanjangan. Peristiwa tersebut menelan korban
sebanyak 200 jiwa dari kedua belah pihak.
Prahara pada Tahun 490 H – 494 H
Pada tahun 490 H, daulah Fathimiyyah mengirim menteri yang bernama Badrul Jamali
sebagai duta kepada panglima perang salib pertama. Menyampaikan kesiapan untuk
bekerja sama menyerang kaum muslimin di wilayah Syam yang dikuasai daulah
Salajiqah dari Turki.
Perjanjian tersebut berisi adanya kesepakatan pembagian wilayah. Daerah Syam sebelah
utara akan dikuasai bangsa Eropa, sedangkan bagian selatan Syam akan dikuasai oleh
Syi’ah.
Meski, bangsa Eropa awalnya keberatan dengan perjanjian bilateral tersebut. Karena
tujuan utama bangsa Eropa adalah ingin menguasai Baitul Maqdis. Namun pada akhirnya
mereka menyetujui permohonan Syi’ah.
Pada tahun 492 H, bangsa Eropa tiba dan menyerang wilayah Syam. Orang-orang
Syi’ah membantu mereka dengan bala tentara beserta berbagai senjata. Setelah melewati
peperangan dahsyat, akhirnya pasukan salib sampai kepada pengepungan Baitul Maqdis.
Mereka mempergunakan lebih dari 40 manjaniq (ketapel pelontar ukuran besar) untuk
menghancurkan tembok-tembok pertahanan Baitul Maqdis. Sementara sejumlah uskup
memberikan motivasi kepada tentara-tentara salibis untuk gigih dalam berperang. Dengan
penuh keangkuhan, mereka maju mengatas-namakan perang suci membela agama.
Hari Jum’at 7 Sya’ban, pasukan salib yang berjumlah 1.000.000 tentara berhasil
menduduki Baitul Maqdis. Pasukan Salib menjarah benda-benda berharga dari Baitul
maqdis. Mereka berbuat sewenang-wenang dan membunuh lebih dari 60.000 warga di
sekitar Baitul Maqdis.
Perang salib sendiri berlangsung selama dua abad. Invasi militer pertamanya pada tahun
440 H dengan dukungan dari pihak gereja katolik di Roma. Tahun itu mereka berhasil
menguasai sejumlah wilayah di Syam dan sekitar sungai Eufrat. Pihak gereja
mengirimkan para uskup dalam perang tersebut. Bahkan memprovokasi raja-raja Eropa
untuk turut andil dalam misi besar ini.
Pada tahun 494 H, pasukan Syi’ah menyerang daerah Isfahan dan sekitarnya. Mereka
membunuh umat Islam di sana, menjarah rumah-rumah yang ada, dan mengumumkan
akan membunuh orang-orang yang dianggap terhormat.
Terjadilah pertumpahan darah di daerah tersebut. Sebelumnya, mereka juga merebut
benteng dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan kelemahan di tubuh kaum
muslimin, hingga pasukan salib mudah menguasai wilayah-wilayah Islam.
Prahara pada Tahun 496 H – 500 H
Pada tahun 496 H, seorang pengikut Syi’ah Rafidhah membunuh seorang ulama
bernama Abul Muzhaffar al-Khujandi usai mengajar di masjid jami’ di daerah Rayy.
Beliau adalah salah satufuqaha’ bermadzab Syafi’i.
Pada tahun 500 H, seorang menteri bernama Fakhrul Malik terbunuh di Naisabur pada
bulan Dzulhijjah. Ketika beliau keluar dari rumahnya sore hari dalam keadaan berpuasa,
lalu bertemu dengan seseorang yang mau melaporkan pengaduan dengan membawa
berkas.
Beliau pun mendekat dan membacanya. Di kala beliau membaca dengan seksama,
pemuda yang kelak diketahui sebagai pengikut Syi’ah itu, langsung menikamnya dengan
belati hingga meninggal pada usia 66 tahun.
Pemuda tersebut akhirnya ditangkap dan dibawa ke hadapan Sultan. Diapun mengakui
perbuatannya. Bahkan berdusta bahwa dirinya disuruh oleh para sahabat Menteri.
Akhirnya, pemuda itu dan para sahabat Menteri dijatuhi hukuman mati.
Prahara pada Tahun 503 H – 519 H
Pada tahun 503 H, seorang pengikut Syi’ah melakukan percobaan pembunuhan
terhadap menteri yang bernama Abu Nasr, namun upaya tersebut gagal. Hanya saja Abu
Nasr terluka akibat hal itu.
Setelah dinterogasi, akhirnya pengikut Syi’ah itu memberitahukan keberadaan temantemannya
(Syi’ah Ismailiyyah) yang ikut andil dalam misi tersebut. Setelahnya, mereka
semua dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 505 H, umat Islam di bawah pimpinan Maudud bin Zanki, raja Mosul
menyerbu pasukan salib yang berada di Syam. Kaum muslimin meraih kemenangan,
membunuh banyak tentara salibis, dan berhasil merebut benteng dalam jumlah yang
banyak dari tangan bangsa Eropa.
Lalu pasukan Islam kembali. Ketika memasuki Damaskus, Maudud masuk masjid jami’
untuk menunaikan shalat di dalamnya. Datanglah seorang pengikut Syi’ah Ismailiyyah
yang menyamar sebagai pengemis.
Pengemis gadungan tersebut meminta sesuatu kepada Maudud. Ketika beliau mendekat
hendak memberi, pengikut Syi’ah itu langsung menikam tepat di hatinya hingga
meninggal dunia.
Pada tahun 519 H, seorang pengikut Syi’ah tega membunuh hakim senior yang bernama
Abu Sa’d al-Harawi di daerah Hamadan. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Prahara pada Tahun 562 H – 565 H
Pada tahun 562 H, seorang menteri daulah Fathimiyyah bernama Syawir, mengirim
utusan kepada raja Eropa di Baitul Maqdis, untuk meminta bantuan menyerang pasukan
Nuruddin Mahmud di Mesir. Akhirnya pasukan salib dengan bantuan orang-orang Syi’ah
menyerang Mesir.
Setelah terjadi peperangan yang cukup alot di antara kedua belah pihak, pasukan
gabungan tersebut dapat dikalahkan pasukan Islam pimpinan Nuruddin Mahmud.
Pada tahun 564 H, seorang staf khalifah Fathimiyyah bernama at-Thawasyi mengirim
surat dari istana kerajaan kepada bangsa Eropa, agar membantu mengusir pasukan Islam
pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi dari Mesir.
Di tengah jalan, utusan yang membawa surat rahasia tersebut dapat ditangkap.
Shalahuddin al-Ayyubi akhirnya mengetahui akan pengkhianatan ini. Lalu at-Thawasyi
dapat dibunuh di kemudian hari.
Pada tahun 565 H, para pejabat Syi’ah mengirim surat meminta bantuan kepada bangsa
Eropa. Pasukan salib pun datang ke Mesir dari segala arah.
Memasuki bulan Safar, bangsa Eropa dengan bantuan orang-orang Syi’ah mengepung
kota Dimyath selama 50 hari dan membunuh kaum muslimin yang ada di sekitarnya.
Shalahuddin al-Ayyubi khawatir mereka nantinya akan menduduki kota al-Quds
(Yerussalem), maka beliau meminta bantuan kepada Nuruddin Mahmud di Damaskus.
Nuruddin segera mengerahkan pasukan besar untuk membantu umat Islam disana.
Akhirnya, bangsa Eropa pergi meninggalkan Dimyath.
Pasukan salib tidak melanjutkan misinya karena terjadi silang pendapat di antara mereka
tentang strategi apa yang akan dilaksanakan. Apalagi, adanya laporan bahwa pasukan
Nuruddin Mahmud menyerbu wilayah mereka, mengepung benteng terkuat di kota Karkh
dan menguasainya.
Selama hidupnya, Nuruddin Mahmud berjuang dengan segenap kemampuannya untuk
membela agama Allah. Menjaga wilayah perbatasan, melawan kejahatan negara kafir.
Beliau berhasil mengembalikan lebih dari 50 kota yang dulunya dikuasai kaum Nasrani.
Catatan tentang Daulah Fathimiyyah
Para pembaca yang mulia, sesungguhnya para khalifah daulah Fathimiyyah adalah
sekumpulan orang yang paling banyak menimbun harta, gemar melakukan kezaliman,
dan paling buruk riwayat hidupnya dalam sejarah.
Kemungkaran dan kebid’ahan banyak terjadi di mana-mana. Orang-orang jahat
bertambah banyak di berbagai tempat, sementara orang-orang shalih semakin sedikit.
Ditambah pula ajaran agama Nasrani berkembang pesat di Syam.
Selama daulah Fathimiyyah berkuasa, banyak tempat yang dihancurkan oleh pasukan
salib. Banyak pula harta yang dirampas oleh orang-orang kafir kala itu.
Bangsa Eropa menguasai wilayah-wilayah Islam yang dahulunya berhasil ditaklukkan
oleh para sahabat Nabi. Umat Islam banyak yang terbunuh, banyak kaum wanita dan
anak-anak ditawan oleh bangsa Eropa. Tidak ada yang mengetahui jumlah-nya secara
persis kecuali Allah l saja. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Syi’ah tega melakukan berbagai kejahatan disebabkan adanya keyakinan sesat bahwa
kaum muslimin di luar kelompoknya adalah kafir dan halal darahnya.
Akhir Kata
Imam Syafi’i rahimahullaah berkata tentang sekte Syi’ah, “Aku tidak pernah melihat
para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam ucapan, dan bersaksi dengan persaksian
palsu daripada Syi’ah Rafidhah.” (lihat al-Ibanah al-Kubra)
Hati yang lurus tak akan tenang dengan kejahatan dan pengkhianatan mereka. Luka-luka
di hati kaum muslimin jelas begitu mendalam.
Namun, semestinya kita bersikap sesuai syariat dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Yaitu dengan menghindari tindak anarkis dan menyerahkan urusan tersebut kepada
pemerintah.
Bersambung… Insya Allah.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
http://mahad-assalafy.com/2013/11/29/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarahbagian-
2/
Pengkhianatan Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 3)
Betapa mulia nilai sebuah kejujuran. Sebaliknya, kedustaan akan mengubah kejayaan
menjadi kerendahan. Kehancuran sebuah bangsa tidak hanya disebabkan oleh kelemahan
sistem. Dalam tinjauan sejarah, ditengarai di antara sebabnya adalah pengkhianatan. Di
antara pengkhianat itu, Syi’ah sebagai dalangnya.
Paparan berikut ini mengetengahkan sekelumit sejarah runtuhnya daulah Abbasiyyah.
Tersaji dari sejumlah karya tulis para ulama. Di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan
Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzhab
Syafi’i.
Sekilas Tentang Daulah Abbasiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 132 H berpusat di Kufah, selanjutnya pindah ke
Baghdad. Daulah Abbasiyyah berkuasa selama 524 tahun. Menguasai Bahrain, Oman,
Hijaz, Yaman, Persia, Khurasan, Mosul, Armenia, Azerbaijan, Syam, Mesir, Afrika, dan
India.
Para khalifah yang memimpin daulah Abbasiyyah berjumlah 37 khalifah. Khalifah
pertama daulah ini bernama Abul ‘Abbas as-Saffah. Beliau dibaiat pada bulan Rabiul
Awwal 132 H di Kufah. Merupakan keturunan sahabat Nabi yang bernama ‘Abdullah bin
‘Abbas. Karenanya, daulah ini disebut dengan daulah Abbasiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-Mus’tashim Billah. Beliau meninggal pada
tahun 656 H di Baghdad, dibunuh oleh pasukan Tartar. Dengan itu maka berakhir pula
masa pemerintahan daulah Abbasiyyah.
Latar Belakang Pengkhianatan
Kabilah-kabilah Tartar (Mongol) yang menetap di pegunungan Mongolia dan Siberia
berhasil dipersatukan oleh Jenghis Khan, nama aslinya adalah Temujin. Para penyembah
matahari ini selanjutnya memulai invasi militernya pada awal tahun 616 H.
Mereka terus maju dan berhasil menguasai sejumlah wilayah Islam seperti Bukhara,
Samarqand, Hamadzan, Maru, Naisabur, dan lainnya secara berurutan.
Sebabnya, karena sebelumnya para pedagang Tartar masuk ke wilayah Islam membawa
harta yang banyak dalam rangka jual beli. Namun mereka dibunuh oleh pasukan
Khawarizm Syah karena dicurigai sebagai mata-mata. Bahkan raja Khawarizm Syah
membunuh utusan Tartar, menyerang pemukiman mereka, dan menawan sebagian
penduduknya.
Pasukan Tartar terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di wilayah Irak, pusat
daulah Abbasiyyah.
Memasuki tahun 656 H, khalifah saat itu adalah ‘Abdullah al-Mus’tashim Billah, dengan
seorang perdana menteri yang bernama Muhammad Ibnul ‘Alqami, pengikut Syi’ah
Rafidhah yang mengafirkan para sahabat dan istri Nabi n. Paham sesat yang
membelenggu sanubarinya membuatnya tega melakukan tindak kejahatan terhadap kaum
muslimin.
Apalagi, pada tahun 655 H telah terjadi peperangan antara Syi’ah Rafidhah dan umat
Islam di daerah Karkh. Syi’ah kalah, dan sejumlah wilayah mereka dikuasai. Termasuk
rumah-rumah kerabat Ibnul ‘Alqami. Dia pun marah dan merencanakan pembalasan yang
jauh lebih besar.
Ditambah pula dengan keberadaan Nashiruddin at-Thusi yang berakidah Syi’ah
Ismailiyyah, mantan menteri Syams as-Syumus penguasa negeri Qila` al-Almut yang
sebelumnya juga sebagai menteri di masa sang ayah (penguasa sebelumnya) yang
bernama ‘Alauddin. Kemudian menjadi antek pasukan Tartar dan orang dekat pemimpin
Tartar, Hulako Khan.
Langkah Awal Pengkhianatan
Ibnul ‘Alqami berusaha keras untuk memperlemah kekuatan daulah saat itu. Dia
mengurangi jumlah tentara dengan alasan keuangan negara sedang defisit. Pada khalifah
sebelumnya, pasukan Abbasiyyah mencapai 100.000 tentara. Jumlah ini terus dikurangi
olehnya hingga menjadi 10.000 tentara saja.
Kondisi ekonomi tentara tersebut sangat memprihatinkan, banyak dari mereka memintaminta
di pasar atau di depan masjid. Ibnul ‘Alqami juga membocorkan rahasia negara
serta kondisi daulah kepada raja Tartar yang bernama Hulako Khan, cucu dari Jenghis
Khan.
Lebih parah dari itu, Ibnul ‘Alqami memprovokasi Tartar untuk menyerbu daulah
Abbasiyyah. Menjelaskan bahwa semuanya akan berjalan dengan mudah, karena dia
telah mengatur segalanya.
Kedatangan Pasukan Tartar
Pada 12 Muharram 656 H, bangsa Tartar datang dengan kekuatan penuh berjumlah
200.000 tentara. Dengan bantuan Badruddin Lu’lu’, raja Mosul yang berakidah Syi’ah,
mereka mengepung Baghdad menggunakan manjaniq (ketapel pelontar berukuran besar)
berjumlah banyak.
Di saat-saat genting, Ibnul ‘Alqami bersama keluarga dan para pegawainya keluar
menemui Hulako Khan, memberikan sambutan dan sejumlah hadiah. Lalu Ibnul ‘Alqami
kembali dan menyarankan Khalifah untuk menemui Hulako Khan, membuat kesepakatan
damai dengan memberikan setengah hasil devisa negara kepada pihak Tartar. Khalifah
pun menyetujuinya.
Khalifah menemui Tartar bersama rombongan berjumlah 700 orang terdiri dari para
pejabat, para hakim, fuqaha’, dan lainnya. Tatkala hampir mendekati markas Hulako
Khan, mereka dilarang masuk kecuali hanya 17 orang saja.
Bertemulah Khalifah dengan Hulako Khan. Ditanyai dengan banyak pertanyaan, al-
Mus’tashim malah menjawab dengan nada bergetar ketakutan.
Adapun mayoritas rombongan yang di luar, seluruhnya dibunuh dan dirampas hartanya
oleh pasukan Tartar. Selanjutnya, Khalifah kembali dengan ditemani Ibnul ‘Alqami dan
Nashiruddin at-Thusi.
Istana kerajaan dalam pengepungan pasukan Tartar. Mereka menyita emas, permata,
mutiara, dan berbagai barang berharga lainnya dari dalam istana. Khalifah, keluarga, dan
para pejabat di dalamnya dirundung ketakutan.
Runtuhnya Daulah Abbasiyyah
Rabu 14 Safar, Khalifah menemui Tartar untuk kedua kalinya. Meski awalnya bimbang,
akhirnya Hulako Khan mengeluarkan perintah bunuh berkat bujukan Ibnul ‘Alqami dan
Nashiruddin at-Thusi. Khalifah dibunuh dengan cara dimasukkan karung agar darahnya
tidak menetes ke tanah, lalu ditendang bertubi-tubi hingga meninggal pada usia 46 tahun.
Setelahnya, seluruh pasukan Tartar menyerbu Baghdad dari segala penjuru tanpa ada
perlawanan yang berarti. Tak bisa dibayangkan apa yang terjadi. Suatu kaum yang gemar
berperang, jika berangkat perang tidak membawa banyak perbekalan karena biasa
menyantap berbagai macam daging atau bangkai hewan yang ada.
Aturan yang berlaku hanyalah hukum Elyasiq buatan Jenghis Khan. Mereka pula tidak
mengharamkan sesuatupun dalam kehidupannya, tak mengenal istilah pernikahan, dan
sangat mengagungkan Jenghis Khan karena diyakini bahwa dia adalah putra dari dewa
matahari.
Selama 40 hari di Baghdad, mereka membunuh siapapun yang ditemui, baik laki-laki
atau perempuan, anak kecil maupun orang tua, hingga warna sungai Tigris berubah
menjadi merah. Banyak yang bersembunyi di dalam rumah, masjid, toko, sumur, dan
tempat sampah.
Bahkan banyak pula yang mencoba bersembunyi di dalam septic tank selama berharihari.
Namun sepertinya usaha tersebut sia-sia, karena pasukan Tartar dapat membunuh
mayoritas mereka.
Tidak ada yang selamat kecuali kaum Yahudi, Nasrani, para konglomerat yang
menyerahkan hartanya, serta orang-orang yang berlindung di kediaman Ibnul ‘Alqami.
Mereka harus menyerahkan harta sebagai jaminan keselamatan.
Masjid-masjid yang ada dilumuri khamr (minuman keras). Dalam satu hari, lebih dari
500 ulama dibunuh. Lalu istana tersebut diberikan kepada seorang Nasrani.
Atas saran dari kaum Nasrani, Tartar memaksa penduduk Baghdad yang tersisa untuk
berbuka pada siang bulan Ramadhan, memakan daging babi, dan minum khamr.
Ibnul ‘Alqami sendiri tak kalah sadisnya. Dia membunuh para ulama, seperti Syaikh
Muhyiddin Yusuf dan Syaikh Shadruddin ‘Ali. Demikian pula dia membunuh para
pejabat, khatib, imam, dan penghafal Al-Qur`an. Lalu menawan gadis-gadis mereka.
Sehingga selama beberapa bulan tidak diadakan shalat berjamaah di masjid-masjid.
Adapun Nashiruddin at-Thusi, dia menyarankan agar buku-buku Islam yang ada di
berbagai perpustakaan Baghdad untuk dibuang ke sungai. Maka seluruh karya tulis para
ulama yang mereka dapati dibuang ke sungai Dajlah, hingga warna airnya berubah
menjadi hitam oleh tinta selama beberapa hari.
Kota Baghdad seakan-akan tak berpenghuni, sunyi senyap mewarnai sudut-sudut kota.
Linangan air mata membasahi tubuh-tubuh yang lemas terkulai. Sementara mayat-mayat
bergelimpangan di jalan-jalan seperti gundukan tanah.
Di tengah puing-puing bangunan, tercium bau tidak sedap dari mayat-mayat yang mulai
membusuk. Pencemaran udara tersebut menimbulkan berbagai wabah penyakit
berbahaya. Hingga wabah tersebut menyebar ke Syam.
Ketakutan, kelaparan, dan isak tangis pun memecah keheningan malam kota itu. Padahal
sebelumnya, Baghdad merupakan kota yang indah menawan dengan tata letak yang
sangat rapi.
Sebagian dari pakar sejarah menyebutkan bahwa jumlah korban kejahatan Tartar
mencapai 2.000.000 jiwa. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Nasihat Ulama
Imam Malik, guru Imam Syafi’i berkata tentang Syi’ah, “Jangan kamu berbincang
dengan mereka, dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka, karena sungguh
mereka itu selalu berdusta.” (Lihat Minhajus Sunnah)
Akhir Kata
Para pembaca yang mulia, kita tentu tercengang mendapati kenyataan ini. Diketahui
bersama, bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh ulah manusia.
Di mana mereka selalu bermaksiat, begitu jauh dari agama.
Semestinya kita tidak terlena oleh dunia, mau meluangkan waktu untuk menimba ilmu
Islam. Bersumber dari kalam Ilahi dan tuntunan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, disertai pemahaman para sahabatnya yang mulia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
http://mahad-assalafy.com/2013/12/02/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarahbagian-
3/
PENGHIANATAN SYI’AH DALAM LEMBARAN SEJARAH (Bagian 4 Selesai)
✏
Berapa banyak orang yang mengira bahwa Syi’ah itu baik, karena tak seberapa jauh
mengetahui hakikatnya. Mencintai ahlul bait adalah sebuah keharusan. Ibarat serigala
berbulu domba, justru Syi’ahlah yang mengkhianati ahlul bait dan umat Islam.
Fakta sejarah berikut ini bersandar pada sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya
adalah kitab al-Bidayah Wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang
ulama besar bermadzab Syafi’i. Mengajak untuk lebih mengenal identitas Syi’ah dalam
kehidupan.
Pengkhianatan Pada Tahun 658 H
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar dapat menduduki Damaskus dengan pasukan pimpinan
panglima bernama Katbugho. Kota Damaskus lalu diserahkan kepada panglima Tartar
bernama Ibil Siyan yang mengagungkan agama Nasrani.
Kaum Nasrani di Damaskus gembira lantas mengelilingi kota dengan membawa salib
besar, membanggakan agama Nasrani, memaksa penduduk untuk berdiri mengagungkan
salib. Mereka tidaklah melewati sebuah masjid melainkan menyiramkan khamr
(minuman keras) di dalamnya. Kaum Nasrani juga menyiramkan khamer di atas kepala
serta pakaian kaum muslimin. Mereka lalu memasuki gereja Maryam.
Ketika mendapat laporan adanya keinginan Tartar untuk menuju Mesir, maka al-
Mudzaffar Quthz, raja Mesir mendahului menyerang Tartar di ‘Ain Jalut, Syam. Pasukan
Islam menang dan membunuh ribuan pasukan Tartar, termasuk Katbugho. Untuk pertama
kalinya, bangsa Tartar kalah dengan kekalahan besar dan berlanjut di sejumlah medan
perang berikutnya.
Umat Islam di Damaskus membakar salib besar yang dulunya diarak dan membakar
gereja Maryam. Di dalam masjid Jami’, mereka membunuh al-Fakhr Muhammad bin
Yusuf al-Kanji. Dia adalah seorang ulama Syi’ah Rafidhah yang jahat.
Ternyata tragedi memilukan di Damaskus disebabkan oleh pengkhianatan kaum Syi’ah,
termasuk al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dialah yang merampas harta umat
Islam. Bahkan dia tega berkhianat membocorkan kelemahan kaum muslimin kepada
Tartar.
Pengkhianatan Pada Tahun 699 H
Syi’ah Nushairiyyah dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Abu Syuhaib
Muhammad bin Nushair. Aliran ini menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
mencela para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini reinkarnasi,
mengingkari hari kebangkitan, serta menghalalkan khamr dan perzinaan. Sekte ini adalah
pecahan dari Syi’ah Itsna Asy’ariyyah.
Pada tahun 699 H, tersiar kabar bahwa bangsa Tartar memasuki wilayah Syam di bawah
kekuasaan rajanya yang bernama Qazan, cicit dari Hulako Khan. Maka pasukan Islam
dari Damaskus keluar untuk menghadang laju musuh. Kedua pasukan bertemu di dekat
lembah Salimah pada hari Rabu 27 Rabi’ul Awwal. Alhasil, pasukan Islam kalah dan
banyak tentara Islam yang lari menyelamatkan diri.
Tak disangka, Syi’ah Nushairiyyah malah menawan, membunuh, serta merampas kuda
dan persenjataan pasukan Islam yang menyelamatkan diri ke wilayah mereka, di
pegunungan al-Jarad dan Kisrawan.
Pasukan Tartar membunuh siapapun yang ditemui dan melakukan kekejian di perbatasan
wilayah Syam. Semua yang terjadi disebabkan adanya persekongkolan dengan kaum
Syi’ah. Di antaranya dengan ulama Syi’ah bernama as-Syarif al-Qummi Muhammad al-
Murtadha dan juga al-Asyil bin Nashiruddin at-Thusi yang mendapat imbalan uang
sebesar seratus ribu dirham atas pengkhianatannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 705 H
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Kharbanda,
cicit dari Hulako Khan juga dapat membunuh mayoritas pasukan Halab. Hal ini
disebabkan adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Syi’ah Nushairiyyah yang
menetap di wilayah al-Jarad, al-Rafdh, dan at-Tayaminah.
Di kemudian hari, mereka (sekte syi’ah tersebut) dapat ditumpas oleh para mujahidin
pimpinan seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dibantu
pasukan Syam pimpinan wakil Sultan. Kaum muslimin berhasil membunuh banyak
tentara Syi’ah dan menguasai mayoritas wilayah mereka.
Pengkhianatan Pada Tahun 717 H
Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Nushairiyyah bernama Muhammad bin al-
Hasan al-Mahdi al-Qaim Biamrillah bersama pengikutnya melakukan pemberontakan.
Dia meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah tuhan, kadang-kadang
beranggapan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penguasa
negeri-negeri.
Dia bersama pasukannya keluar dengan mengafirkan umat Islam. Lalu mereka memasuki
kota Jabalah, membunuh penduduknya, dan merampas harta benda. Setelahnya, mereka
berhasil menghancurkan masjid-masjid, kemudian dijadikan sebagai tempat minum
khamr.
Para tentara Syi’ah tersebut menyuruh kepada setiap tawanan muslim untuk mengatakan,
“Bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah melainkan ‘Ali, sujudlah kepada al-
Mahdi tuhanmu yang menghidupkan dan mematikan,” supaya kamu tidak terbunuh dan
sebuah pernyataan dituliskan untukmu.
Mereka bertekad untuk menguasai kota-kota yang ada. Namun sebelum merealisasikan
hal tersebut, pasukan pemerintah islam berhasil membunuh mayoritas mereka, termasuk
al-Mahdi pimpinannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 920 H
Pada tahun tersebut, pasukan Syi’ah dipimpin oleh Syah Ismail as-Shafawi menyerang
kota Baghdad. Mereka membunuh penduduknya dan menghancurkan masjid-masjid yang
ada. Mereka pula membongkar kuburan-kuburan kaum muslimin.
Maka daulah Utsmaniyyah mengirim pasukan untuk meredam kejahatan sekte Syi’ah
tersebut. Terjadilah pertempuran yang cukup dahsyat antara kedua kubu di gurun
Jalidiran. Hasil akhir pertempuran ini berpihak kepada pihak pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 933 H
Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Baba Dzunnun
mengerahkan pasukannya untuk menduduki kota Buzghad. Berjumlah lebih dari 3.000
tentara, mereka melakukan berbagai kejahatan di kota tersebut.
Pasukan Syi’ah ini beberapa kali sempat mengalahkan pasukan pemerintah yang dikirim
kepada mereka. Hingga akhirnya daulah Utsmaniyyah berhasil menumpas para pengikut
Syi’ah tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun 928-974 H
Pada rentang waktu tersebut, kota Quniyyah dan Mar’asy (di Turki) diserbu oleh pasukan
Syi’ah pada masa sultan Sulaiman al-Qanuni. Tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Qalandar
Jalabi membawa pasukan sebanyak 30.000 tentara, membunuh kaum muslimin di dua
kota tersebut.
Qalandar mengumumkan bahwa barangsiapa yang mampu membunuh seorang muslim,
maka dia mendapat pahala yang melimpah. Di kemudian hari, mereka bisa dihancurkan
oleh pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1007 H
Pada tahun tersebut, Syi’ah Rafidhah dipimpin oleh Syah Abbas as-Shafawi menduduki
Baghdad. Mereka membunuh pemimpinnya dan mendirikan negara baru. Syah Abbas
menetapkan hukuman bunuh atas setiap muslim, atau dibutakan kedua matanya kecuali
mau pindah menjadi pengikut Syi’ah.
Syah Abbas juga menjalin kerjasama dengan bangsa Eropa untuk menghancurkan daulah
Utsmaniyyah. Bersamaan dengan hal itu, Syah Abbas membolehkan penyebaran agama
Nasrani dan mengijinkan pembangunan gereja-gereja. Sampai akhirnya mereka diperangi
oleh daulah Utsmaniyyah pada masa sultan Marad IV. Pasukan pemerintah berhasil
membunuh 20.000 tentara Syi’ah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1250 H
Pada tahun tersebut, sekte Syi’ah menyerang kota Adzaqiyyah (di Suria). Mereka
membunuh kaum muslimin dan menjarah harta benda mereka di kota tersebut.
Daulah Utsmaniyyah berniat mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Maka
dibangun masjid-masjid untuk mereka. Lalu kaum Syi’ah melaksanakan shalat di masjidmasjid
tersebut.
Ketika pemerintah mengetahui bahwa mereka sudah bertaubat, maka pemerintah
membiarkan mereka tinggal di sana. Setelah itu, mereka justru membakar masjid-masjid
tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun 1339 H
Pada tahun tersebut, pasukan Islam keluar hendak mengusir Perancis yang sedang
menduduki Suriah. Syi’ah Itsna Asy’ariyyah yang berada di daerah Salimah dan
sekitarnya malah bergabung dengan kubu Perancis menyerang pasukan daulah
Utsmaniyyah.
Setelah melewati pertempuran besar, umat Islam akhirnya dapat mengalahkan pasukan
gabungan tersebut. Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
menghancurkan musuh-musuh Islam.
Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah
Di akhir waktu, daulah Utsmaniyyah semakin condong kepada filsafat. Kesyirikan,
kebid’ahan, dan kemaksiatan pun berkembang pesat. Ditambah dengan pendudukan
Perancis atas Mesir dan Syam pada tahun 1213 H/1798 M di masa sultan Salim III. Lalu
kekalahan terus berlanjut.
Diperparah dengan kekalahan pada perang dunia pertama (1914 M-1918 M) yang
membuat kemerosotan dalam segala bidang. Hingga Mustafa Kamal dapat membubarkan
kekhilafahan pada 3 Maret 1924 M. Sultan Abdul Majid II sendiri dilengserkan melalui
parlemen Turki.
Waktu berjalan dengan cepat, bangsa Yahudi dapat menduduki Masjidil Aqsha. Mereka
pula mendeklarasikan pembentukan negara pada 14 Mei 1948 M di wilayah Palestina.
Keberhasilan mereka tak lepas dari makar Perancis dan Inggris. Demikian pula adanya
konspirasi dengan Syi’ah di Suriah. Dan, Syi’ah Nushairiyyah di Lebanon turut
bergabung dengan militer Yahudi dan Nasrani. Mereka mengatasnamakan diri sebagai
Pasukan Karbala melakukan blokade, membantu pihak kafir, dan membunuh umat Islam.
Akhir Kata
Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata tentang Syi’ah, “Mereka lebih pantas
untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq (menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran).” (Lihat al-Kifayah lil Khathib al-Baghdadi)
Para pembaca yang mulia, demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah dalam sejarah.
Sebuah potret nyata yang jarang diketahui oleh jiwa. Semoga bisa menjadi pelita dalam
kegelapan dan menjadi secercah cahaya bagi pencari kebenaran.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullah
〰〰〰〰〰
WhatsApp Salafiyyin Jogja
Baca Selengkapnya → PENGHIANATAN SYI’AH DALAM LEMBARAN SEJARAH (bagian 1)