Jumat, 07 November 2014

7 GOLONGAN YANG ALLAH NAUNGI DI HARI KIAMAT


سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَا
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
1. Pemimpin yang adil.
2. Pemuda yang tumbuh di atas
kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.
5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
(HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712). (160)
Baca Selengkapnya7 GOLONGAN YANG ALLAH NAUNGI DI HARI KIAMAT

Rabu, 13 Agustus 2014

Al-Qur’an untuk Orang Yang Masih Hidup bukan Untuk Orang Sudah Meninggal

Yang lebih mengherankan, ada di kalangan ummat Islam ini yang salah dalam menyikapi Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai sarana mencari nafkah. Sebagian mereka menghapal Al-Qur’an dengan tujuan agar bisa di gunakan oleh orang yang membutuhkannya dalam acara-acara pernikahan dan perayaan-perayaan tertentu.
Al-Qur’an datang menyinari hati yang gelap dan menyinari jiwa yang gersang. Dan dia datang sebagai juru nasehat bagi orang yang membutuhkan bimbingan, sebagai pembawa kabar gembira bagi orang yang mau beriman dan sebagai pemberi peringatan bagi orang yang mengingkarinya. Betapa banyak kebaikan yang dapat di rasakan dengan kedatangannya, sehingga orang yang sedih akan menjadi gembira dengan membacanya dan orang yang bingung akan menjadi tenang jalannya serta orang yang hina akan menjadi mulia dengan mempelajari dan mengamalkannya.
Lebih jauh, diapun sebagai obat mujarab bagi segala penyakit. Siapa yang membaca ayat-ayatnya untuk pengobatan, maka dia akan mengetahui kehebatan Al-Qur’an dengan menyembuhkan beberapa penyakit dengan seizin Allah Ta’ala dan beberapa penyakit yang kalangan medis saat ini belum mampu menyembuhkannya. Sehingga tidaklah mengherankan kalau di katakan Al-Qur’an adalah penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sebagaimana firman-Nya (yang artinya) :
Dan kami turunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (penyembuh penyakit fisik maupun rohani) dan rahmat bagi orang yang beriman kepada-Nya. “(QS. Al-Isra’ : 82).
Bahkan di lihat dari segi pahala dan keutamaannya. Al-Qur’an menyimpan sekian banyak pahala dan keutamaan bagi orang yang membaca, mempelajari, memahami dan mengamalkannya. Orang yang mahir membaca Al-Qur’an maka pada hari kiamat akan di kumpulkan bersama rombongan malaikat yang mulia. Sedangkan bagi orang yang terbata-bata dalam membacanya akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala dia membaca Al-Qur’an dan pahala kesungguhan dalam membacanya dengan baik dan benar.
Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi orang yang membacanya dan mengamalkannya. Bahkan Al-Qur’an akan menjadi pelindung baginya dari adzab Allah Ta’ala di dunia maupun akhirat. Sehingga di katakan, orang yang mempelajari Al-Qur’an akan mengamalkannya sebagai sebaik-baik manusia, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) :
Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari – Muslim).
Tetapi kebaikan, keutamaan dan pahala tersebut tidak dapat di rasakan kecuali orang-orang yang diberi taufik dan hidayah Allah Ta’ala agar mau beriman kepadanya, membaca, mempelajarinya, dan mampu mengaplikasikannya. Adapun orang yang ingkar terhadapnya, tidak mau beriman kepadanya, tidak mau membaca maupun mempelajarinya, apalagi mengamalkannya, maka sekali-kali dia tidak akan merasakan manfaat sedikitpun. Bahkan Al-Qur’an akan menjadi sebab di hinakan dan di sesatkannya orang tersebut, dan akan menjadi hujjah (alasan) di hadapan Allah Ta’ala untuk menyiksakan pada hari kiamat.
Yang lebih mengherankan, ada di kalangan ummat Islam ini yang salah dalam menyikapi Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai sarana mencari nafkah. Sebagian mereka menghapal Al-Qur’an dengan tujuan agar bisa di gunakan oleh orang yang membutuhkannya dalam acara-acara pernikahan dan perayaan-perayaan tertentu. Kemudian dia mendapat upah dari bacaannya. Ada lagi yang menggunakan Al-Qur’an sebagai alat mencari nafkah di pemakaman kaum muslimin. Bila ada di antara kaum muslimin yang ingin menziarahi saudaranya di perkuburan umum, maka tidak perlu repot-repot membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan menghapalkan do’a-do’anya. Ini baru sebagian contoh kesalahan yang merebak di masyarakat dan di anggap lumrah.
Akar dari musibah memilukan ini adalah adanya keyakinan bahwa bacaan Al-Qur’an yang mereka bacakan untuk orang mati itu bisa bermanfaat bagi si mayit. Sehingga mereka berlomba-lomba untuk mengamalkannya, bahkan mereka semangat untuk melakukan amalan bid’ah ini lebih besar daripada untuk ibadah yang wajib, yang sangat jelas keutamaan dan faedahnya. Ambillah contoh, mereka sangat getol dalam mengamalkan bi’dah ini, sementara sholat berjama’ah di masjid mereka lalaikan.
Harapan mereka, bacaan tersebut bisa bermanfaat bagi si mayit agar terbebas dari siksa kubur dan mendapat pahala yang terus mengalir, padahal Allah Ta’ala dan Rasulnya tidak pernah mengajarkan yang demikian. Bahkan di tegaskan dalam firman-Nya bahwa sseorang tidak memperoleh pahala melainkan dari yang di usahakannya saja. Jika usahanya baik maka dia akan mendapatkan balasannya dan jika usahanya buruk dia akan mendapatkan balasannya pula. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
Dan bahwasanya seseorang tidak memperoleh selain apa yang telah di usahakannya. “(QS. An-Najm : 39).
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam juga menegaskan dalam sabda beliau (yang artinya) :
Jika manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara : Shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akannya. “(HR. Muslim).
Adapun jika anak si mayit yang membaca Al-Qur’an, maka pahalanya akan sampai kepadanya, karena anak adalah hasil usaha ayahnya. Ini adalah pendapat ulama, diantaranya Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah.
Yang perlu di pertanyakan, bagaimana mungkin Al-Qur’an bisa memberi manfaat kepada si mayit, yang semasa hidupnya suka meninggalkan sholat, suka berbuat maksiat, dan perbuatan dosa yang lainnya ? Bahkan Al-Qur’an sendiri malah memberinya kabar gembira dengan kecelakaan dan siksa.
Allah Ta’ala tidaklah menurunkan Al-Qur’an yang mulia ini melainkan agar di baca, di pahami dan diamalkan isinya. Yang berupa perintah hendaknya dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan contoh dari Rasulullah Shollallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajmai’in. Adapun yang berupa larangan hendaknya di jauhi dengan sejauh-jauhnya. Dan tentu tidak ada yang dapat melakukannya melainkan orang yang hidup yang masih sehat akal dan fikirannya serta masih terjaga fitrahnya. Sehingga jelaslah, bahwa Al-Qur’an memang untuk orang hidup bukan untuk orang mati.
Maraji’ : 1. Minhaj Al-Firqoh An-Najiyah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu., 2. At-Tibyan fii Aadaabi Hamalatil Qur’an, karya Al-Imam An-Nawawi.
Dikutip dari http://darussalaf.co.id, dinukil dari Buletin Al-Bayyinah, edisi 09 / 03 / 01 Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Judul asli: Al-Qur’an untuk Orang Hidup bukan Untuk Orang Mati
Baca SelengkapnyaAl-Qur’an untuk Orang Yang Masih Hidup bukan Untuk Orang Sudah Meninggal

Senin, 07 April 2014

"Temui Aku di Telaga"

Temui-Aku-Di-TelagaTelaga Kemuliaan Rasulullah pada Hari Kiamat
Iman kepada hari akhir/hari kemudian, yang berarti mengimani semua peristiwa yang diberitakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi setelah kematian, adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan kebenaran agama-Nya.
Bahkan karena tingginya kedudukan iman kepada hari akhir, Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an sering menggandengkan antara iman kepada-Nya dan iman kepada hari akhir. Hal ini dikarenakan orang yang tidak beriman kepada hari akhir maka tidak mungkin dia beriman kepada Allah Ta’ala, sebab orang yang tidak beriman kepada hari akhir dia tidak akan mengerjakan amal shaleh, karena seseorang tidak akan mengerjakan amal shaleh kecuali dengan mengharapkan balasan kemuliaan dan karena takut siksaan-Nya pada hari pembalasan kelak.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menggambarkan sifat orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhir dalam firman-Nya,
{وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ}
Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa (waktu)” (al-Jaatsiyah:24)[1].
Kewajiban Mengimani Keberadaan Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Di antara perkara yang wajib diimani sehubungan dengan iman kepada hari akhir adalah keberadaan al-haudh (telaga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pada hari kiamat nanti orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu di dunia akan mendatangi dan meminum air telaga yang penuh kemuliaan tersebut, semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih kemuliaan tersebut, amin.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani (keberadaan) telaga milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang nanti akan didatangi oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam… sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits yang shahih (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)”[2].
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Al-Haudh (telaga) yang dengannya Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk diminum (airnya) oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti) adalah suatu yang benar adanya”[3].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan perkara-perkara yang wajib diimani pada hari kiamat, beliau berkata[4], “Pada hari kiamat (ada) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan didatangi (oleh umat beliau)…barangsiapa yang meminum (air) telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[5].
Imam an-Nawawi mencantumkan hadits-hadits dalam “Shahih imam Muslim” yang menyebutkan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bab, “Penetapan (keberadaan) telaga Nabi kita (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti)…”[6].
Dalil-dalil yang menjelaskan keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini…”[7].
Senada dengan ucapan di atas, imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi menjelaskan, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat  (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)…”[8].
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (pada hari kiamat nanti), dan mereka saling membanggakan siapa di antara mereka yang paling banyak orang yang mendatangi telaganya (dari umatnya), dan sungguh aku berharap (kepada Allah Ta’ala) bahwa akulah yang paling banyak orang yang mendatangi (telagaku)[9].
Juga sabda beliau dalam hadits lain, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allah, sungguh aku sedang melihat telagaku saat ini[10].
Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian ketika mendatangi telaga (pada hari kiamat nanti), barangsiapa yang mendatanginya maka dia akan meminum airnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[11].
Gambaran tentang Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits-Hadits yang Shahih
- Barangsiapa yang meminum air telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya, sebagaimana hadits yang tersebut di atas.
- Sumber air telaga tersebut adalah sungai al-Kautsar di surga yang Allah Ta’ala peruntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian mengetahui apa al-Kautsar itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya al-Kautsar adalah sungai yang Allah Ta’ala janjikan kepadaku, padanya terdapat banyak kebaikan, dan (airnya akan mengalir ke) telagaku yang akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat (nanti)…[12].
Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang (bersumber) dari (sungai al-Kautsar) di surga…”[13].
- Adapun gambaran air telaga tersebut adalah sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Airnya lebih putih dari susu dan baunya lebih harum dari (minyak wangi) misk (kesturi)[14]. Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan (rasanya) lebih manis dari madu[15].
- Gayung/timba untuk mengambil air telaga tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gayung-gayungnya adalah seperti bintang-bintang di langit[16]. Artinya: jumlahnya sangat banyak dan berkilauan seperti bintang-bintang di langit[17].
- Bentuk telaga tersebut adalah persegi empat sama sisi[18], sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[19].
Siapakah Orang-Orang yang Terpilih Mendatangi Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu mengikuti petunjuk yang beliau sampaikan. Adapun orang-orang yang berpaling dari petunjuk beliau sewaktu di dunia, maka mereka akan diusir dari telaga tersebut[20].
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga yang penuh kemuliaan ini[21]. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling dari petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemahaman dan perbuatan bid’ah, sehingga di akhirat mereka dihalangi dari kemuliaan meminum air telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka[22].
Imam Ibnu Abdil Barr[23] berkata, “Semua orang yang melakukan perbuatan bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti), dan yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul bid’ah) yang menyelisihi (pemahaman) jama’ah kaum muslimin, seperti orang-orang khawarij, syi’ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula orang-orang yang berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman dan menentang kebenaran, serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan, semua mereka ini dikhawatirkan termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini (yang diusir dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[24].
Terlebih lagi orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, seperti kelompok Mu’tazilah[25], mereka termasuk orang yang paling terancam diusir dari telaga ini.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini. Mereka inilah yang paling terancam untuk dihalangi (diusir) dari telaga tersebut (pada hari kiamat)[26], sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut…[27].
Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi berkata, “Semoga Allah membinasakan orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga ini, dan alangkah pantasnya mereka ini untuk dihalangi dari mendatangi telaga tersebut pada hari (ketika manusia mengalami) dahaga yang sangat berat (hari kiamat)[28].
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang telaga kemuliaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kewajiban mengimaninya merupakan perkara penting yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir dan merupakan salah satu prinsip dasar akidah Ahlus sunnah wal jamaah, yang tercantum dalam kitab-kitab akidah para imam Ahlus sunnah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk dapat meraih semua kebaikan dan kemuliaan yang dijanjikan-Nya di dunia dan di akhirat kelak, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan do’a.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 3 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Baca Selengkapnya"Temui Aku di Telaga"

Kamis, 03 April 2014

AWAL PERMUSUHAN IBLIS KEPADA MANUSIA


Perintah Allah kepada malaikat dan iblis untuk sujud kepada Adam merupakan awal permusuhan iblis kepada manusia. Ia menolak perintah itu sehingga dihukum Allah. Namun iblis berjanji akan menyesatkan Adam dan keturunannya. Salah satu bentuk tipu dayanya adalah berhasil menggoda Adam untuk melanggar larangan Allah sehingga Adam dikeluarkan dari surga.

Allah subhanahu wa ta’ala ingin menampakkan penghormatan malaikat kepada kepada Nabi Adam secara lahir dan batin. Untuk itu, Allahmj subhanahu wa ta’ala perintahkan para malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam alaihisholatu was sallam:
Sujudlah kepada Adam!” (QS. Al Baqarah: 34)
Hal ini merupakan penghormatan dan penghargaan kepada Nabi Adam alaihishalatu was sallam dan dalam rangka ibadah, cinta dan taat kepada Allah subhanahu wata’ala, serta tuduk kepada perintah-Nya. Segeralah para malaikat itu bersujud.
Namun iblis yang berada di tengah-tengah mereka yang tentunya ikut serta mendapatkan perintah itu iblis itu sendiri bukan dari golongan malaikat melainkan dari golongan jin yang diciptakan dari api-, justru menyimpan kekafiran kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kedengkian kepada Nabi Adam alaihishalatu was sallam. Kufur dan rasa dengki itu membuat iblis enggan sujud kepada Nabi Adam alaihishalatu was sallam. Tak cuma menunjukkan kesombongan, iblis bahkan menyangkal perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan mencela kebijaksanaan-Nya. Katanya:
Saya lebih baik darinya. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.” (QS. Al A’raf: 12)
Maka Allah katakan:
Wahai iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud kepada apa yang telah Kuciptakan dengan dua tangan-Ku? Apakah engkau sombong ataukah engkau (merasa) termasuk orang-orang yang lebih tinggi?” (QS. Shad:75)
Kekufuran, kesombongan, dan pembangkangan ini merupakan sebab terusirnya dan terlaknatinya Iblis. Allah subhanahu wa ta’ala katakan kepadanya:
Turunlah kamu dari surga karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (QS. Al A’raf: 13)
Iblis enggan tunduk dan bertobat kepada Tuhannya, bahkan menentang, meremehkan, dan bertekad bulat untuk memusuhi Adam alaihishalatu was sallam beserta anak cucunya. Ia pun menyiapkan dirinya saat mengetahui bahwa dirinya telah ditetapkan menjadi makhluk yang sengsara selama-lamanya. Ia, dengan ucapan dan perbuatan bersama bala tentaranya, berikrar untuk mengajak anak cucu Adam alaihishalatu was sallam agar menjadi golongan yang telah diputuskan untuk tinggal di rumah kehancuran (neraka). Iblis nyatakan hal itu dengan mengatakan kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
Wahai Rabbku, berilah aku waktu sampai hari kebangkitan.” (QS. Shad: 79)
Iblis benar-benar meluangkan waktu untuk menebar permusuhan di kalangan Adam alaihisholatu was sallam dan anak cucunya. Maka tatkala hikmah Allah subhanahu wa ta’ala menuntut agar manusia mempunyai tabiat dan akhlak yang berbeda-beda, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga menentukan sesuatu yang menyebabkannya. Yaitu berupa cobaan dan ujian, dan yang terbesarnya adalah diberinya iblis kesempatan untuk mengajak anak Adam alaihishalatu was sallam kepada semua jenis kejahatan. Maka Allah subhanahu wa ta’ala pun menjawab:
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai pada hari yang telah di tentukan waktunya.” (QS. Shad: 80-81)
Iblis menyambut jawaban itu dengan menegaskan permusuhan kepada Adam alaihishalatu was sallam beserta anak cucunya dan menegaskan maksiatnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, katanya:
Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al A’raf:16-17)
Iblis mengucapkan itu berdasarkan sangkaannya, karena ia tahu benar tabiat anak Adam alaihishalatu was sallam. “Dan iblis telah membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka mengikutinya kecuali sebagian orang-orang yang beriman.” (QS. Saba’: 20)
Allah berikan iblis kesempatan untuk melakukan perkara yang telah menjadi niatannya pada Adam alaihishalatu was sallam dan anak cucunya. Allah katakan:
Pergilah, siapa yang mengikutimu dari mereka, maka jahannamlah balasan kalian semua sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak.” (QS. Al Isra: 63-64)
Yakni jika kamu mampu, jadikanlah mereka orang-orang yang menyeleweng dalam mendidik anak-anak mereka dengan didikan yang rusak dan dalam membelanjakan harta mereka kepada hal-hal yang mudharat, juga dalam mencari harta dari yang tidak baik. Begitu pula ikut sertalah dengan mereka jika mereka makan, minum, dan berjima’, yakni ketika mereka tidak menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala. Juga perintahkanlah mereka untuk tidak beriman dengan hari kebangkitan dan pembalasan dan agar mereka tidak melakukan kebajikan. Takut-takuti mereka dengan pembantu-pembantumu, berikan kekhawatiran pada mereka ketika berinfak yang baik dengan kefakiran.
Kesempatan yang Allah berikan ini sesungguhnya demi sebuah hikmah dan rahasia yang besar. Sungguh engkau wahai musuh yang nyata tidak akan menyisakan sedikitpun dari kemampuanmu dalam menyesatkan mereka. Manusia yang jahat akan nampak kejahatan dan kejelekannya, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mempedulikannya.
Adapun keturunan Adam alaihishalatu was sallam yang terpilih, baik dari kalangan para nabi dan pengikutnya, baik orang-orang yang sangat jujur dalam beriman, dan para wali-Nya, maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menguasakan musuh ini (iblis) atas mereka. Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan di sekitar mereka pagar pelindung yang begitu kuat, sebagai perlindungan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala membekalinya dengan senjata yang tidak mungkin musuh bisa menandinginya, yaitu kesempurnaan iman dan tawakal mereka kepada Rabb-nya.
Sungguh mereka tidak memiliki kekuatan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. An Nahl: 99).
Juga Allah subhanahu wa ta’ala bantu mereka dalam menghadapi musuh yang nyata itu di antaranya dengan menurunkan kitab-kitab yang mencakup ilmu yang bermanfaat, nasehat yang mengena yang memberi semangat untuk melakukan kebajikan dan memperingatkan dari kejelekan. Selain itu, Allah subhanahu wa ta’ala juga mengutus para Rasul yang membawa kabar gembira kepada mereka yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mentaati-Nya dengan pahala.
Juga memperingatkan orang-orang kafir, yang mendustakan dan berpaling dari Allah, dengan berbagai macam hukuman. Allah subhanahu wa ta’ala juga menjamin orang yang mengikuti petunjuk yang terkandung di dalam kitab-Nya yang dibawa oleh rasul-Nya tidak sesat semasa di dunia dan tidak sengsara kelak di akhirat, tidak takut, serta tidak tertimpa perasaan sedih.
Demikian juga Allah subhanahu wa ta’ala bimbing mereka melalui kitab dan para rasul-Nya kepada hal-hal yang bisa melindungi mereka dari musuh yang nyata ini. Allah subhanahu wa ta’ala pun menerangkan kepada hamba-Nya, misi yang dibawa setan dan strateginya dalam menjaring manusia ke dalam perangkapnya. Juga Allah subhanahu wa ta’ala bimbing mereka kepada jalan yang menyelamatkan mereka dari kejahatan setan dan fitnahnya, dan membantu dengan bantuan yang di luar kemampuan mereka. Karena, ketika mereka mengeluarkan segala daya upaya dan minta bantuan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, akan mudah bagi mereka jalan mana saja yang dituju.
Setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala sempurnakan nikmat kepada Adam alaihishalatu was sallam dengan menciptakan istrinya Hawa dari dirinya dan jenisnya. Ini dimaksudkan agar tercapai ketenangan dan tujuan-tujuan lain seperti pernikahan, kebersamaan, dan adanya anak keturunan.
Allah subhanahu wa ta’ala juga memperingatkan Adam dan istrinya, untuk berhati-hati dari setan karena sesungguhnya setan adalah musuh bagi mereka berdua. Jangan sampai iblis mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika itu, Allah mempersilahkan mereka makan buah-buahan apa saja yang ada di dalam surga dan menikmati segala kenikmatan yang ada padanya, kecuali pohon tertentu. Allah subhanahu wa ta’ala katakan kepada mereka berdua:
“Dan jangan kalian dekati pohon ini sehingga kalian menjadi orang-orang yang dzalim.” (QS. Al A’raf: 19)
Sungguh kamu tidak akan lapar padanya dan tidak telanjang dan sungguh engkau tidak akan dahaga padanya, dan tidak tertimpa panas matahari.” (QS. Thaha: 119)
Maka keduanya tinggal di surga selama dikehendaki Allah subhanahu wa ta’ala dengan segala kenikmatannya. Akan tetapi musuh mereka berdua terus mengintai dan mencari kesempatan. Maka ketika setan melihat senangnya Adam alaihishalatu was sallam di dalamnya dan keinginannya yang besar untuk tetap tinggal di dalamnya, setan datang dengan cara yang lembut seolah seorang yang jujur sedang menasehati, ia katakan:
‘Wahai adam apakah engkau mau kutunjukkan sebuah pohon yang jika kamu memakannya kamu akan kekal di surga ini dan akan langgeng kerajaan ini serta tidak akan rusak’. Terus menerus ia rayu Adam alaihishalatu was sallam. Ia janjikan, ia bisikkan, ia berikan harapan dan seolah terus memberi nasehat padahal itu adalah penipuan yang besar. Hingga setan pun berhasil menipu mereka berdua dan akhirnya keduanya makan dari pohon terlarang itu. Maka ketika makan, terlepaslah pakaian mereka berdua sehingga terlihat auratnya, akhirnya keduanya cepat-cepat mengambil daun-daun surga untuk menutupi badan mereka yang telanjang sebagai pengganti pakaian mereka. Seketika itu pula nampak hukuman Allah subhanahu wa ta’ala atas maksiat yang mereka lakukan, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyeru mereka berdua:
“Tidakkah Aku telah melarang kalian berdua makan dari pohon ini dan Aku katakan kepada kalian berdua sungguh setan adalah musuh yang nyata buat kalian berdua.” (QS. Al A’raf: 22).
Kemudian Allah tumbuhkkan pada hati mereka taubat yang sungguh-sungguh.
Adam memperoleh beberapa kalimat dari Robbnya.” (QS. Al Baqarah: 22).
Maka keduanya berkata: “Wahai Rabb kami, sungguh kami telah berbuat dzalim pada diri kami, jikalau Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, benar-benar kami akan menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 23).
Maka Allah terima taubat mereka dan Allah hapus dosa yang telah menodai mereka. Akan tetapi keluar dari surga jika mereka memakan dari pohon itu, sudah menjadi keputusan yang pasti sehingga keluarlah mereka ke bumi yang kebaikannya dicampuri dengan keburukannya, kesenangan dicampuri dengan kesusahannya.
Allah kabarkan kepada keduanya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan memberikan cobaan pada keduanya dan anak cucunya, serta orang-orang yang beriman. Yang beramal shalih akan mendapatkan balasan yang baik, sebaliknya yang mendustakan lagi berpaling, akibatnya adalah kesengsaraan yang abadi dan adzab yang kekal. Allah subhanahu wa ta’ala ingatkan anak cucu Adam akan hal itu, kata-Nya:
Wahai anak Adam jangan sekali-kali kalian dapat ditipu oleh setan seperti telah mengeluarkan ayah ibu kalian dari surga, ia tanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya aurat. Sesungguhnya ia dan pengikutnya melihat kamu dari seuatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.” (QS. Al A’raf: 27)
Allah subhanahu wa ta’ala kemudian mengganti pakaian yang ditanggalkan oleh setan dari Adam dan Hawa dengan pakaian yang menutupi aurat mereka dan menghiasi mereka secara lahir. Juga dengan pakaiaan yang lebih baik dari itu yaitu pakaian ketakwaan, yakni pakaian hati dan rohani dengan iman, keikhlasan, taubat dan hiasan dengan segala akhlak yang indah serta menanggalkan segala akhlak yang hina. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala tebarkan dari Adam alaihishalatu was sallam dan istrinya anak turun yang banyak laki-laki maupun perempuan di muka bumi. Allah ganti mereka generasi demi generasi untuk dilihat oleh-Nya apa yang mereka lakukan.
Faedah yang dipetik:
Allah subhanahu wa ta’ala jadikan kisah itu sebagai ibrah untuk kita yaitu bahwa sesungguhnya sombong, dengki, dan ambisi merupakan akhlak yang berbahaya buat seorang hamba. Kesombongan dan kedengkian iblis membawanya kepada apa yang kita lihat, demikian juga keinginan kuat Adam alaihishalatu was sallam dan istrinya mengantarkan mereka memakan buah pohon itu. Kalaulah rahmat Allah subhanahu wa ta’ala tidak segera menyelamatkan, sungguh perbuatan mereka itu akan menyampaikan kepada kebinasaan. Akan tetapi rahmat-Nya segera menyempurnakan yang kurang, memperbaiki yang rusak, menyelamatkan yang binasa dan mengangkat yang telah jatuh.
Dikutip dari: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=31 Penulis : Ustadz Qomar Suaidi
Baca risalah terkait ini : 6 (Enam) Cara Syaithan Menggoda Bani Adam
Baca SelengkapnyaAWAL PERMUSUHAN IBLIS KEPADA MANUSIA

Kamis, 27 Maret 2014

KEUTAMAAN BERJALAN MENUJU MASJID UNTUK SHOLAT JUMAT, SHOLAT WAJIB, ATAU MENUNTUT ILMU

Di Tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat kemudian berangkat awal, berjalan kaki tidak berkendaraan, duduk mendekat pada Imam, menyimak dengan baik khutbah Imam dan tidak melakukan perbuatan sia-sia, maka setiap langkah kakinya adalah (pahala) amalan setahun berpuasa dan qiyaamul lail (H.R Abu Dawud, anNasaai, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albany)
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhu’nya kemudian mendatangi (sholat) Jumat, menyimak (khutbah Imam) dan diam, akan diampuni antara Jumat (itu) dengan Jumat (sebelumnya) dan ditambah 3 hari. Barangsiapa yang memain-mainkan kerikil, maka ia telah berbuat sia-sia (H.R Muslim)
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لاَ يُرِيْدُ إِلاَّ أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ
Barangsiapa yang berangkat pagi menuju masjid, tidak menginginkan kecuali mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka pahalanya seperti berhaji secara sempurna (H.R atThobarony, dishahihkan Syaikh al-Albany)
ثَلاَثَةٌ فِي ضَمَانِ الله ، عَزَّ وَجَلَّ ، رَجُلٌ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ مَسَاجِدِ الله ، عَزَّ وَجَلَّ ، وَرَجُلٌ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ الله وَرَجُلٌ خَرَجَ حَاجًّا
Ada 3 orang yang berada dalam jaminan Allah Azza Wa Jalla: seorang yang keluar dari rumahnya menuju salah satu masjid Allah Azza Wa Jalla, seorang yang keluar berperang di jalan Allah, dan seorang yang keluar untuk berhaji (H.R al-Humaidy dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dishahihkan Syaikh al-Albany)
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
Maukah kalian aku tunjukkan pada (amalan-amalan) yang menghapuskan dosa-dosa dan menaikkan derajat-derajat? Para Sahabat berkata: Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: menyempurnakan berwudhu’ dalam keadaan yang menyulitkan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu sholat (berikutnya) setelah sholat. Itu adalah ribath (berjaga di perbatasan kaum muslimin dalam menghadang musuh) (H.R Muslim)
مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ فَصَلَّاهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ
Barangsiapa yang berwudhu’ untuk sholat, kemudian menyempurnakan wudhu’nya kemudian berjalan menuju sholat wajib, sholat bersama manusia atau bersama Jamaah atau di masjid, Allah ampuni dosanya (H.R Muslim dari Utsman bin Affan)
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
Sholat seorang laki-laki berjamaah (di masjid) lebih utama dibandingkan sholatnya di rumahnya atau di pasarnya 25 kali lipat. Yang demikian karena ketika ia berwudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian keluar menuju masjid tidak menginginkan kecuali sholat, tidaklah ia melangkahkan satu langkah kecuali ditinggikan satu derajat dan dihapus satu kesalahan. Jika ia sholat Malaikat senantiasa mendoakannya selama ia berada di tempat sholatnya: Ya Allah bersholawatlah kepadanya, Ya Allah rahmatilah ia. Senantiasa seseorang berada dalam keadaan sholat selama ia menunggu sholat (H.R al-Bukhari).
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى
Sesungguhnya manusia yang paling besar pahalanya dalam sholat adalah yang paling jauh berjalan kaki menuju (tempat sholat)(H.R Muslim)
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنْ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ قَالَ فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ وَفِي الرَّمْضَاءِ قَالَ مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ
Dari Ubay bin Ka’ab –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Ada seseorang yang paling jauh tempat tinggalnya dari masjid. Ia tidak pernah ketinggalan sholat. Dikatakan kepadanya: Kalau seandainya engkau membeli keledai sehingga bisa ia tunggangi di saat gelap atau panas. Orang itu berkata: Saya tidak suka rumah saya berada di samping masjid. Sesungguhnya saya ingin agar tercatat (pahala) langkah saya menuju sholat dan langkah kepulangan saya (dari masjid menuju rumah). Maka Rasulullah shollalahu alaihi wasallam bersabda: Allah telah menggabungkan hal itu semua untukmu (pahala langkah berangkat menuju masjid dan pahala langkah pulang dari masjid)(H.R Muslim).
Catatan : Hadits Ubay bin Ka’ab ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa pahala langkah kaki yang tercatat bukan saja saat berangkat dari rumah menuju masjid, namun juga langkah kaki saat dari masjid pulang ke rumah. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafidzhahullah dalam syarh Sunan Abi Dawud.
Baca SelengkapnyaKEUTAMAAN BERJALAN MENUJU MASJID UNTUK SHOLAT JUMAT, SHOLAT WAJIB, ATAU MENUNTUT ILMU

PENGHIANATAN SYI’AH DALAM LEMBARAN SEJARAH (bagian 1)

Berabad-abad lamanya sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah
umat. Terkhusus perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bahkan termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Berangkat dari akidah
yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi seperti pengkhianatan dan
pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan
kaum Syi’ah terhadap kaum muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah
karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam
Ibnu Katsir, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Pengkhianatan Daulah Qaramithah
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan
oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran Syi’ah
Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-
Shadiq. Daulah ini berkuasa selama 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif,
Bahrain, Oman, dan Syam.
Pada tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji
dan menyerang mereka pada bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala itu. Di
saat mendapat perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya,
“Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah
kami.” Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian (salah
sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman
dan melanjutkan perjalanannya, maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan diri,
diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah haji tadi
kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita Syi’ah
mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka
menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang menyahut,
maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000
jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta dinar. Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah
haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka membunuh
dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji,
ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya
matahari.
Pada tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju
menuju Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu
sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan peperangan dan berhasil
membunuh mayoritas pasukan Kufah.
Pada tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang berumur
22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka membunuh jamaah
haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir duduk di depan
Ka’bah dan berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk
dan yang mematikan mereka.”
Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah, dan
menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah untuk
mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan salah satu tentaranya
untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya
berseru, “Mana burung yang berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil
(yang menimpa pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang
masa kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar
Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah tersebut di
tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan
harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah peperangan
setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu
melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik
jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam bila ingin
mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat banyak atau
dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu
mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000
dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbas
Sumber: Pengkhianatan Syiah dalam Lembaran Sejarah (bagian 1) - Situs Resmi Ma'had
As-Salafy - http://mahad-assalafy.com/2013/11/25/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaransejarah-
bagian-1/
WhatsApp Salafiyyin Jogja
Pengkhianatan Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 2)
Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Kelompok ini terpecah
menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan
Ismailiyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang.
Tulisan berikut adalah kelanjutan catatan kelam daulah Fathimiyyah yang berideologi
Syi’ah. Termuat dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-
Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullaah, seorang ulama besar
bermadzhab Syafi’i.
Prahara pada Tahun 478 H – 482 H
Pada tahun 478 H, Syi’ah Rafidhah menyerang umat Islam di Baghdad. Terjadilah
peperangan dengan jumlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak.
Padahal, pada tahun itu terjadi wabah demam di mana-mana, kematian binatang-binatang
ternak secara mendadak, serta wabah tha’un (sejenis penyakit pes) yang menyerang
secara luas di Irak, Mekkah, Madinah, dan Syam.
Pada tahun 481 H, Syi’ah Rafidhah melakukan penyerangan terhadap kaum muslimin di
Baghdad. Peperangan terjadi sekian kali dengan jumlah korban yang cukup banyak dari
kedua belah pihak.
Pada tahun 482 H, penduduk Karkh yang beraliran Syi’ah Rafidhah menyerang umat
Islam hingga terjadi peperangan yang berkepanjangan. Peristiwa tersebut menelan korban
sebanyak 200 jiwa dari kedua belah pihak.
Prahara pada Tahun 490 H – 494 H
Pada tahun 490 H, daulah Fathimiyyah mengirim menteri yang bernama Badrul Jamali
sebagai duta kepada panglima perang salib pertama. Menyampaikan kesiapan untuk
bekerja sama menyerang kaum muslimin di wilayah Syam yang dikuasai daulah
Salajiqah dari Turki.
Perjanjian tersebut berisi adanya kesepakatan pembagian wilayah. Daerah Syam sebelah
utara akan dikuasai bangsa Eropa, sedangkan bagian selatan Syam akan dikuasai oleh
Syi’ah.
Meski, bangsa Eropa awalnya keberatan dengan perjanjian bilateral tersebut. Karena
tujuan utama bangsa Eropa adalah ingin menguasai Baitul Maqdis. Namun pada akhirnya
mereka menyetujui permohonan Syi’ah.
Pada tahun 492 H, bangsa Eropa tiba dan menyerang wilayah Syam. Orang-orang
Syi’ah membantu mereka dengan bala tentara beserta berbagai senjata. Setelah melewati
peperangan dahsyat, akhirnya pasukan salib sampai kepada pengepungan Baitul Maqdis.
Mereka mempergunakan lebih dari 40 manjaniq (ketapel pelontar ukuran besar) untuk
menghancurkan tembok-tembok pertahanan Baitul Maqdis. Sementara sejumlah uskup
memberikan motivasi kepada tentara-tentara salibis untuk gigih dalam berperang. Dengan
penuh keangkuhan, mereka maju mengatas-namakan perang suci membela agama.
Hari Jum’at 7 Sya’ban, pasukan salib yang berjumlah 1.000.000 tentara berhasil
menduduki Baitul Maqdis. Pasukan Salib menjarah benda-benda berharga dari Baitul
maqdis. Mereka berbuat sewenang-wenang dan membunuh lebih dari 60.000 warga di
sekitar Baitul Maqdis.
Perang salib sendiri berlangsung selama dua abad. Invasi militer pertamanya pada tahun
440 H dengan dukungan dari pihak gereja katolik di Roma. Tahun itu mereka berhasil
menguasai sejumlah wilayah di Syam dan sekitar sungai Eufrat. Pihak gereja
mengirimkan para uskup dalam perang tersebut. Bahkan memprovokasi raja-raja Eropa
untuk turut andil dalam misi besar ini.
Pada tahun 494 H, pasukan Syi’ah menyerang daerah Isfahan dan sekitarnya. Mereka
membunuh umat Islam di sana, menjarah rumah-rumah yang ada, dan mengumumkan
akan membunuh orang-orang yang dianggap terhormat.
Terjadilah pertumpahan darah di daerah tersebut. Sebelumnya, mereka juga merebut
benteng dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan kelemahan di tubuh kaum
muslimin, hingga pasukan salib mudah menguasai wilayah-wilayah Islam.
Prahara pada Tahun 496 H – 500 H
Pada tahun 496 H, seorang pengikut Syi’ah Rafidhah membunuh seorang ulama
bernama Abul Muzhaffar al-Khujandi usai mengajar di masjid jami’ di daerah Rayy.
Beliau adalah salah satufuqaha’ bermadzab Syafi’i.
Pada tahun 500 H, seorang menteri bernama Fakhrul Malik terbunuh di Naisabur pada
bulan Dzulhijjah. Ketika beliau keluar dari rumahnya sore hari dalam keadaan berpuasa,
lalu bertemu dengan seseorang yang mau melaporkan pengaduan dengan membawa
berkas.
Beliau pun mendekat dan membacanya. Di kala beliau membaca dengan seksama,
pemuda yang kelak diketahui sebagai pengikut Syi’ah itu, langsung menikamnya dengan
belati hingga meninggal pada usia 66 tahun.
Pemuda tersebut akhirnya ditangkap dan dibawa ke hadapan Sultan. Diapun mengakui
perbuatannya. Bahkan berdusta bahwa dirinya disuruh oleh para sahabat Menteri.
Akhirnya, pemuda itu dan para sahabat Menteri dijatuhi hukuman mati.
Prahara pada Tahun 503 H – 519 H
Pada tahun 503 H, seorang pengikut Syi’ah melakukan percobaan pembunuhan
terhadap menteri yang bernama Abu Nasr, namun upaya tersebut gagal. Hanya saja Abu
Nasr terluka akibat hal itu.
Setelah dinterogasi, akhirnya pengikut Syi’ah itu memberitahukan keberadaan temantemannya
(Syi’ah Ismailiyyah) yang ikut andil dalam misi tersebut. Setelahnya, mereka
semua dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 505 H, umat Islam di bawah pimpinan Maudud bin Zanki, raja Mosul
menyerbu pasukan salib yang berada di Syam. Kaum muslimin meraih kemenangan,
membunuh banyak tentara salibis, dan berhasil merebut benteng dalam jumlah yang
banyak dari tangan bangsa Eropa.
Lalu pasukan Islam kembali. Ketika memasuki Damaskus, Maudud masuk masjid jami’
untuk menunaikan shalat di dalamnya. Datanglah seorang pengikut Syi’ah Ismailiyyah
yang menyamar sebagai pengemis.
Pengemis gadungan tersebut meminta sesuatu kepada Maudud. Ketika beliau mendekat
hendak memberi, pengikut Syi’ah itu langsung menikam tepat di hatinya hingga
meninggal dunia.
Pada tahun 519 H, seorang pengikut Syi’ah tega membunuh hakim senior yang bernama
Abu Sa’d al-Harawi di daerah Hamadan. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Prahara pada Tahun 562 H – 565 H
Pada tahun 562 H, seorang menteri daulah Fathimiyyah bernama Syawir, mengirim
utusan kepada raja Eropa di Baitul Maqdis, untuk meminta bantuan menyerang pasukan
Nuruddin Mahmud di Mesir. Akhirnya pasukan salib dengan bantuan orang-orang Syi’ah
menyerang Mesir.
Setelah terjadi peperangan yang cukup alot di antara kedua belah pihak, pasukan
gabungan tersebut dapat dikalahkan pasukan Islam pimpinan Nuruddin Mahmud.
Pada tahun 564 H, seorang staf khalifah Fathimiyyah bernama at-Thawasyi mengirim
surat dari istana kerajaan kepada bangsa Eropa, agar membantu mengusir pasukan Islam
pimpinan Shalahuddin al-Ayyubi dari Mesir.
Di tengah jalan, utusan yang membawa surat rahasia tersebut dapat ditangkap.
Shalahuddin al-Ayyubi akhirnya mengetahui akan pengkhianatan ini. Lalu at-Thawasyi
dapat dibunuh di kemudian hari.
Pada tahun 565 H, para pejabat Syi’ah mengirim surat meminta bantuan kepada bangsa
Eropa. Pasukan salib pun datang ke Mesir dari segala arah.
Memasuki bulan Safar, bangsa Eropa dengan bantuan orang-orang Syi’ah mengepung
kota Dimyath selama 50 hari dan membunuh kaum muslimin yang ada di sekitarnya.
Shalahuddin al-Ayyubi khawatir mereka nantinya akan menduduki kota al-Quds
(Yerussalem), maka beliau meminta bantuan kepada Nuruddin Mahmud di Damaskus.
Nuruddin segera mengerahkan pasukan besar untuk membantu umat Islam disana.
Akhirnya, bangsa Eropa pergi meninggalkan Dimyath.
Pasukan salib tidak melanjutkan misinya karena terjadi silang pendapat di antara mereka
tentang strategi apa yang akan dilaksanakan. Apalagi, adanya laporan bahwa pasukan
Nuruddin Mahmud menyerbu wilayah mereka, mengepung benteng terkuat di kota Karkh
dan menguasainya.
Selama hidupnya, Nuruddin Mahmud berjuang dengan segenap kemampuannya untuk
membela agama Allah. Menjaga wilayah perbatasan, melawan kejahatan negara kafir.
Beliau berhasil mengembalikan lebih dari 50 kota yang dulunya dikuasai kaum Nasrani.
Catatan tentang Daulah Fathimiyyah
Para pembaca yang mulia, sesungguhnya para khalifah daulah Fathimiyyah adalah
sekumpulan orang yang paling banyak menimbun harta, gemar melakukan kezaliman,
dan paling buruk riwayat hidupnya dalam sejarah.
Kemungkaran dan kebid’ahan banyak terjadi di mana-mana. Orang-orang jahat
bertambah banyak di berbagai tempat, sementara orang-orang shalih semakin sedikit.
Ditambah pula ajaran agama Nasrani berkembang pesat di Syam.
Selama daulah Fathimiyyah berkuasa, banyak tempat yang dihancurkan oleh pasukan
salib. Banyak pula harta yang dirampas oleh orang-orang kafir kala itu.
Bangsa Eropa menguasai wilayah-wilayah Islam yang dahulunya berhasil ditaklukkan
oleh para sahabat Nabi. Umat Islam banyak yang terbunuh, banyak kaum wanita dan
anak-anak ditawan oleh bangsa Eropa. Tidak ada yang mengetahui jumlah-nya secara
persis kecuali Allah l saja. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.
Syi’ah tega melakukan berbagai kejahatan disebabkan adanya keyakinan sesat bahwa
kaum muslimin di luar kelompoknya adalah kafir dan halal darahnya.
Akhir Kata
Imam Syafi’i rahimahullaah berkata tentang sekte Syi’ah, “Aku tidak pernah melihat
para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam ucapan, dan bersaksi dengan persaksian
palsu daripada Syi’ah Rafidhah.” (lihat al-Ibanah al-Kubra)
Hati yang lurus tak akan tenang dengan kejahatan dan pengkhianatan mereka. Luka-luka
di hati kaum muslimin jelas begitu mendalam.
Namun, semestinya kita bersikap sesuai syariat dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Yaitu dengan menghindari tindak anarkis dan menyerahkan urusan tersebut kepada
pemerintah.
Bersambung… Insya Allah.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
http://mahad-assalafy.com/2013/11/29/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarahbagian-
2/
Pengkhianatan Syi’ah dalam Lembaran Sejarah (bagian 3)
Betapa mulia nilai sebuah kejujuran. Sebaliknya, kedustaan akan mengubah kejayaan
menjadi kerendahan. Kehancuran sebuah bangsa tidak hanya disebabkan oleh kelemahan
sistem. Dalam tinjauan sejarah, ditengarai di antara sebabnya adalah pengkhianatan. Di
antara pengkhianat itu, Syi’ah sebagai dalangnya.
Paparan berikut ini mengetengahkan sekelumit sejarah runtuhnya daulah Abbasiyyah.
Tersaji dari sejumlah karya tulis para ulama. Di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan
Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzhab
Syafi’i.
Sekilas Tentang Daulah Abbasiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 132 H berpusat di Kufah, selanjutnya pindah ke
Baghdad. Daulah Abbasiyyah berkuasa selama 524 tahun. Menguasai Bahrain, Oman,
Hijaz, Yaman, Persia, Khurasan, Mosul, Armenia, Azerbaijan, Syam, Mesir, Afrika, dan
India.
Para khalifah yang memimpin daulah Abbasiyyah berjumlah 37 khalifah. Khalifah
pertama daulah ini bernama Abul ‘Abbas as-Saffah. Beliau dibaiat pada bulan Rabiul
Awwal 132 H di Kufah. Merupakan keturunan sahabat Nabi yang bernama ‘Abdullah bin
‘Abbas. Karenanya, daulah ini disebut dengan daulah Abbasiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-Mus’tashim Billah. Beliau meninggal pada
tahun 656 H di Baghdad, dibunuh oleh pasukan Tartar. Dengan itu maka berakhir pula
masa pemerintahan daulah Abbasiyyah.
Latar Belakang Pengkhianatan
Kabilah-kabilah Tartar (Mongol) yang menetap di pegunungan Mongolia dan Siberia
berhasil dipersatukan oleh Jenghis Khan, nama aslinya adalah Temujin. Para penyembah
matahari ini selanjutnya memulai invasi militernya pada awal tahun 616 H.
Mereka terus maju dan berhasil menguasai sejumlah wilayah Islam seperti Bukhara,
Samarqand, Hamadzan, Maru, Naisabur, dan lainnya secara berurutan.
Sebabnya, karena sebelumnya para pedagang Tartar masuk ke wilayah Islam membawa
harta yang banyak dalam rangka jual beli. Namun mereka dibunuh oleh pasukan
Khawarizm Syah karena dicurigai sebagai mata-mata. Bahkan raja Khawarizm Syah
membunuh utusan Tartar, menyerang pemukiman mereka, dan menawan sebagian
penduduknya.
Pasukan Tartar terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di wilayah Irak, pusat
daulah Abbasiyyah.
Memasuki tahun 656 H, khalifah saat itu adalah ‘Abdullah al-Mus’tashim Billah, dengan
seorang perdana menteri yang bernama Muhammad Ibnul ‘Alqami, pengikut Syi’ah
Rafidhah yang mengafirkan para sahabat dan istri Nabi n. Paham sesat yang
membelenggu sanubarinya membuatnya tega melakukan tindak kejahatan terhadap kaum
muslimin.
Apalagi, pada tahun 655 H telah terjadi peperangan antara Syi’ah Rafidhah dan umat
Islam di daerah Karkh. Syi’ah kalah, dan sejumlah wilayah mereka dikuasai. Termasuk
rumah-rumah kerabat Ibnul ‘Alqami. Dia pun marah dan merencanakan pembalasan yang
jauh lebih besar.
Ditambah pula dengan keberadaan Nashiruddin at-Thusi yang berakidah Syi’ah
Ismailiyyah, mantan menteri Syams as-Syumus penguasa negeri Qila` al-Almut yang
sebelumnya juga sebagai menteri di masa sang ayah (penguasa sebelumnya) yang
bernama ‘Alauddin. Kemudian menjadi antek pasukan Tartar dan orang dekat pemimpin
Tartar, Hulako Khan.
Langkah Awal Pengkhianatan
Ibnul ‘Alqami berusaha keras untuk memperlemah kekuatan daulah saat itu. Dia
mengurangi jumlah tentara dengan alasan keuangan negara sedang defisit. Pada khalifah
sebelumnya, pasukan Abbasiyyah mencapai 100.000 tentara. Jumlah ini terus dikurangi
olehnya hingga menjadi 10.000 tentara saja.
Kondisi ekonomi tentara tersebut sangat memprihatinkan, banyak dari mereka memintaminta
di pasar atau di depan masjid. Ibnul ‘Alqami juga membocorkan rahasia negara
serta kondisi daulah kepada raja Tartar yang bernama Hulako Khan, cucu dari Jenghis
Khan.
Lebih parah dari itu, Ibnul ‘Alqami memprovokasi Tartar untuk menyerbu daulah
Abbasiyyah. Menjelaskan bahwa semuanya akan berjalan dengan mudah, karena dia
telah mengatur segalanya.
Kedatangan Pasukan Tartar
Pada 12 Muharram 656 H, bangsa Tartar datang dengan kekuatan penuh berjumlah
200.000 tentara. Dengan bantuan Badruddin Lu’lu’, raja Mosul yang berakidah Syi’ah,
mereka mengepung Baghdad menggunakan manjaniq (ketapel pelontar berukuran besar)
berjumlah banyak.
Di saat-saat genting, Ibnul ‘Alqami bersama keluarga dan para pegawainya keluar
menemui Hulako Khan, memberikan sambutan dan sejumlah hadiah. Lalu Ibnul ‘Alqami
kembali dan menyarankan Khalifah untuk menemui Hulako Khan, membuat kesepakatan
damai dengan memberikan setengah hasil devisa negara kepada pihak Tartar. Khalifah
pun menyetujuinya.
Khalifah menemui Tartar bersama rombongan berjumlah 700 orang terdiri dari para
pejabat, para hakim, fuqaha’, dan lainnya. Tatkala hampir mendekati markas Hulako
Khan, mereka dilarang masuk kecuali hanya 17 orang saja.
Bertemulah Khalifah dengan Hulako Khan. Ditanyai dengan banyak pertanyaan, al-
Mus’tashim malah menjawab dengan nada bergetar ketakutan.
Adapun mayoritas rombongan yang di luar, seluruhnya dibunuh dan dirampas hartanya
oleh pasukan Tartar. Selanjutnya, Khalifah kembali dengan ditemani Ibnul ‘Alqami dan
Nashiruddin at-Thusi.
Istana kerajaan dalam pengepungan pasukan Tartar. Mereka menyita emas, permata,
mutiara, dan berbagai barang berharga lainnya dari dalam istana. Khalifah, keluarga, dan
para pejabat di dalamnya dirundung ketakutan.
Runtuhnya Daulah Abbasiyyah
Rabu 14 Safar, Khalifah menemui Tartar untuk kedua kalinya. Meski awalnya bimbang,
akhirnya Hulako Khan mengeluarkan perintah bunuh berkat bujukan Ibnul ‘Alqami dan
Nashiruddin at-Thusi. Khalifah dibunuh dengan cara dimasukkan karung agar darahnya
tidak menetes ke tanah, lalu ditendang bertubi-tubi hingga meninggal pada usia 46 tahun.
Setelahnya, seluruh pasukan Tartar menyerbu Baghdad dari segala penjuru tanpa ada
perlawanan yang berarti. Tak bisa dibayangkan apa yang terjadi. Suatu kaum yang gemar
berperang, jika berangkat perang tidak membawa banyak perbekalan karena biasa
menyantap berbagai macam daging atau bangkai hewan yang ada.
Aturan yang berlaku hanyalah hukum Elyasiq buatan Jenghis Khan. Mereka pula tidak
mengharamkan sesuatupun dalam kehidupannya, tak mengenal istilah pernikahan, dan
sangat mengagungkan Jenghis Khan karena diyakini bahwa dia adalah putra dari dewa
matahari.
Selama 40 hari di Baghdad, mereka membunuh siapapun yang ditemui, baik laki-laki
atau perempuan, anak kecil maupun orang tua, hingga warna sungai Tigris berubah
menjadi merah. Banyak yang bersembunyi di dalam rumah, masjid, toko, sumur, dan
tempat sampah.
Bahkan banyak pula yang mencoba bersembunyi di dalam septic tank selama berharihari.
Namun sepertinya usaha tersebut sia-sia, karena pasukan Tartar dapat membunuh
mayoritas mereka.
Tidak ada yang selamat kecuali kaum Yahudi, Nasrani, para konglomerat yang
menyerahkan hartanya, serta orang-orang yang berlindung di kediaman Ibnul ‘Alqami.
Mereka harus menyerahkan harta sebagai jaminan keselamatan.
Masjid-masjid yang ada dilumuri khamr (minuman keras). Dalam satu hari, lebih dari
500 ulama dibunuh. Lalu istana tersebut diberikan kepada seorang Nasrani.
Atas saran dari kaum Nasrani, Tartar memaksa penduduk Baghdad yang tersisa untuk
berbuka pada siang bulan Ramadhan, memakan daging babi, dan minum khamr.
Ibnul ‘Alqami sendiri tak kalah sadisnya. Dia membunuh para ulama, seperti Syaikh
Muhyiddin Yusuf dan Syaikh Shadruddin ‘Ali. Demikian pula dia membunuh para
pejabat, khatib, imam, dan penghafal Al-Qur`an. Lalu menawan gadis-gadis mereka.
Sehingga selama beberapa bulan tidak diadakan shalat berjamaah di masjid-masjid.
Adapun Nashiruddin at-Thusi, dia menyarankan agar buku-buku Islam yang ada di
berbagai perpustakaan Baghdad untuk dibuang ke sungai. Maka seluruh karya tulis para
ulama yang mereka dapati dibuang ke sungai Dajlah, hingga warna airnya berubah
menjadi hitam oleh tinta selama beberapa hari.
Kota Baghdad seakan-akan tak berpenghuni, sunyi senyap mewarnai sudut-sudut kota.
Linangan air mata membasahi tubuh-tubuh yang lemas terkulai. Sementara mayat-mayat
bergelimpangan di jalan-jalan seperti gundukan tanah.
Di tengah puing-puing bangunan, tercium bau tidak sedap dari mayat-mayat yang mulai
membusuk. Pencemaran udara tersebut menimbulkan berbagai wabah penyakit
berbahaya. Hingga wabah tersebut menyebar ke Syam.
Ketakutan, kelaparan, dan isak tangis pun memecah keheningan malam kota itu. Padahal
sebelumnya, Baghdad merupakan kota yang indah menawan dengan tata letak yang
sangat rapi.
Sebagian dari pakar sejarah menyebutkan bahwa jumlah korban kejahatan Tartar
mencapai 2.000.000 jiwa. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Nasihat Ulama
Imam Malik, guru Imam Syafi’i berkata tentang Syi’ah, “Jangan kamu berbincang
dengan mereka, dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka, karena sungguh
mereka itu selalu berdusta.” (Lihat Minhajus Sunnah)
Akhir Kata
Para pembaca yang mulia, kita tentu tercengang mendapati kenyataan ini. Diketahui
bersama, bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh ulah manusia.
Di mana mereka selalu bermaksiat, begitu jauh dari agama.
Semestinya kita tidak terlena oleh dunia, mau meluangkan waktu untuk menimba ilmu
Islam. Bersumber dari kalam Ilahi dan tuntunan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, disertai pemahaman para sahabatnya yang mulia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
http://mahad-assalafy.com/2013/12/02/pengkhianatan-syiah-dalam-lembaran-sejarahbagian-
3/
PENGHIANATAN SYI’AH DALAM LEMBARAN SEJARAH (Bagian 4 Selesai)

Berapa banyak orang yang mengira bahwa Syi’ah itu baik, karena tak seberapa jauh
mengetahui hakikatnya. Mencintai ahlul bait adalah sebuah keharusan. Ibarat serigala
berbulu domba, justru Syi’ahlah yang mengkhianati ahlul bait dan umat Islam.
Fakta sejarah berikut ini bersandar pada sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya
adalah kitab al-Bidayah Wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang
ulama besar bermadzab Syafi’i. Mengajak untuk lebih mengenal identitas Syi’ah dalam
kehidupan.
Pengkhianatan Pada Tahun 658 H
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar dapat menduduki Damaskus dengan pasukan pimpinan
panglima bernama Katbugho. Kota Damaskus lalu diserahkan kepada panglima Tartar
bernama Ibil Siyan yang mengagungkan agama Nasrani.
Kaum Nasrani di Damaskus gembira lantas mengelilingi kota dengan membawa salib
besar, membanggakan agama Nasrani, memaksa penduduk untuk berdiri mengagungkan
salib. Mereka tidaklah melewati sebuah masjid melainkan menyiramkan khamr
(minuman keras) di dalamnya. Kaum Nasrani juga menyiramkan khamer di atas kepala
serta pakaian kaum muslimin. Mereka lalu memasuki gereja Maryam.
Ketika mendapat laporan adanya keinginan Tartar untuk menuju Mesir, maka al-
Mudzaffar Quthz, raja Mesir mendahului menyerang Tartar di ‘Ain Jalut, Syam. Pasukan
Islam menang dan membunuh ribuan pasukan Tartar, termasuk Katbugho. Untuk pertama
kalinya, bangsa Tartar kalah dengan kekalahan besar dan berlanjut di sejumlah medan
perang berikutnya.
Umat Islam di Damaskus membakar salib besar yang dulunya diarak dan membakar
gereja Maryam. Di dalam masjid Jami’, mereka membunuh al-Fakhr Muhammad bin
Yusuf al-Kanji. Dia adalah seorang ulama Syi’ah Rafidhah yang jahat.
Ternyata tragedi memilukan di Damaskus disebabkan oleh pengkhianatan kaum Syi’ah,
termasuk al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dialah yang merampas harta umat
Islam. Bahkan dia tega berkhianat membocorkan kelemahan kaum muslimin kepada
Tartar.
Pengkhianatan Pada Tahun 699 H
Syi’ah Nushairiyyah dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Abu Syuhaib
Muhammad bin Nushair. Aliran ini menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
mencela para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini reinkarnasi,
mengingkari hari kebangkitan, serta menghalalkan khamr dan perzinaan. Sekte ini adalah
pecahan dari Syi’ah Itsna Asy’ariyyah.
Pada tahun 699 H, tersiar kabar bahwa bangsa Tartar memasuki wilayah Syam di bawah
kekuasaan rajanya yang bernama Qazan, cicit dari Hulako Khan. Maka pasukan Islam
dari Damaskus keluar untuk menghadang laju musuh. Kedua pasukan bertemu di dekat
lembah Salimah pada hari Rabu 27 Rabi’ul Awwal. Alhasil, pasukan Islam kalah dan
banyak tentara Islam yang lari menyelamatkan diri.
Tak disangka, Syi’ah Nushairiyyah malah menawan, membunuh, serta merampas kuda
dan persenjataan pasukan Islam yang menyelamatkan diri ke wilayah mereka, di
pegunungan al-Jarad dan Kisrawan.
Pasukan Tartar membunuh siapapun yang ditemui dan melakukan kekejian di perbatasan
wilayah Syam. Semua yang terjadi disebabkan adanya persekongkolan dengan kaum
Syi’ah. Di antaranya dengan ulama Syi’ah bernama as-Syarif al-Qummi Muhammad al-
Murtadha dan juga al-Asyil bin Nashiruddin at-Thusi yang mendapat imbalan uang
sebesar seratus ribu dirham atas pengkhianatannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 705 H
Pada tahun tersebut, bangsa Tartar di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Kharbanda,
cicit dari Hulako Khan juga dapat membunuh mayoritas pasukan Halab. Hal ini
disebabkan adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Syi’ah Nushairiyyah yang
menetap di wilayah al-Jarad, al-Rafdh, dan at-Tayaminah.
Di kemudian hari, mereka (sekte syi’ah tersebut) dapat ditumpas oleh para mujahidin
pimpinan seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dibantu
pasukan Syam pimpinan wakil Sultan. Kaum muslimin berhasil membunuh banyak
tentara Syi’ah dan menguasai mayoritas wilayah mereka.
Pengkhianatan Pada Tahun 717 H
Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Nushairiyyah bernama Muhammad bin al-
Hasan al-Mahdi al-Qaim Biamrillah bersama pengikutnya melakukan pemberontakan.
Dia meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah tuhan, kadang-kadang
beranggapan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penguasa
negeri-negeri.
Dia bersama pasukannya keluar dengan mengafirkan umat Islam. Lalu mereka memasuki
kota Jabalah, membunuh penduduknya, dan merampas harta benda. Setelahnya, mereka
berhasil menghancurkan masjid-masjid, kemudian dijadikan sebagai tempat minum
khamr.
Para tentara Syi’ah tersebut menyuruh kepada setiap tawanan muslim untuk mengatakan,
“Bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah melainkan ‘Ali, sujudlah kepada al-
Mahdi tuhanmu yang menghidupkan dan mematikan,” supaya kamu tidak terbunuh dan
sebuah pernyataan dituliskan untukmu.
Mereka bertekad untuk menguasai kota-kota yang ada. Namun sebelum merealisasikan
hal tersebut, pasukan pemerintah islam berhasil membunuh mayoritas mereka, termasuk
al-Mahdi pimpinannya.
Pengkhianatan Pada Tahun 920 H
Pada tahun tersebut, pasukan Syi’ah dipimpin oleh Syah Ismail as-Shafawi menyerang
kota Baghdad. Mereka membunuh penduduknya dan menghancurkan masjid-masjid yang
ada. Mereka pula membongkar kuburan-kuburan kaum muslimin.
Maka daulah Utsmaniyyah mengirim pasukan untuk meredam kejahatan sekte Syi’ah
tersebut. Terjadilah pertempuran yang cukup dahsyat antara kedua kubu di gurun
Jalidiran. Hasil akhir pertempuran ini berpihak kepada pihak pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 933 H
Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Baba Dzunnun
mengerahkan pasukannya untuk menduduki kota Buzghad. Berjumlah lebih dari 3.000
tentara, mereka melakukan berbagai kejahatan di kota tersebut.
Pasukan Syi’ah ini beberapa kali sempat mengalahkan pasukan pemerintah yang dikirim
kepada mereka. Hingga akhirnya daulah Utsmaniyyah berhasil menumpas para pengikut
Syi’ah tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun 928-974 H
Pada rentang waktu tersebut, kota Quniyyah dan Mar’asy (di Turki) diserbu oleh pasukan
Syi’ah pada masa sultan Sulaiman al-Qanuni. Tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Qalandar
Jalabi membawa pasukan sebanyak 30.000 tentara, membunuh kaum muslimin di dua
kota tersebut.
Qalandar mengumumkan bahwa barangsiapa yang mampu membunuh seorang muslim,
maka dia mendapat pahala yang melimpah. Di kemudian hari, mereka bisa dihancurkan
oleh pemerintah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1007 H
Pada tahun tersebut, Syi’ah Rafidhah dipimpin oleh Syah Abbas as-Shafawi menduduki
Baghdad. Mereka membunuh pemimpinnya dan mendirikan negara baru. Syah Abbas
menetapkan hukuman bunuh atas setiap muslim, atau dibutakan kedua matanya kecuali
mau pindah menjadi pengikut Syi’ah.
Syah Abbas juga menjalin kerjasama dengan bangsa Eropa untuk menghancurkan daulah
Utsmaniyyah. Bersamaan dengan hal itu, Syah Abbas membolehkan penyebaran agama
Nasrani dan mengijinkan pembangunan gereja-gereja. Sampai akhirnya mereka diperangi
oleh daulah Utsmaniyyah pada masa sultan Marad IV. Pasukan pemerintah berhasil
membunuh 20.000 tentara Syi’ah.
Pengkhianatan Pada Tahun 1250 H
Pada tahun tersebut, sekte Syi’ah menyerang kota Adzaqiyyah (di Suria). Mereka
membunuh kaum muslimin dan menjarah harta benda mereka di kota tersebut.
Daulah Utsmaniyyah berniat mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Maka
dibangun masjid-masjid untuk mereka. Lalu kaum Syi’ah melaksanakan shalat di masjidmasjid
tersebut.
Ketika pemerintah mengetahui bahwa mereka sudah bertaubat, maka pemerintah
membiarkan mereka tinggal di sana. Setelah itu, mereka justru membakar masjid-masjid
tersebut.
Pengkhianatan Pada Tahun 1339 H
Pada tahun tersebut, pasukan Islam keluar hendak mengusir Perancis yang sedang
menduduki Suriah. Syi’ah Itsna Asy’ariyyah yang berada di daerah Salimah dan
sekitarnya malah bergabung dengan kubu Perancis menyerang pasukan daulah
Utsmaniyyah.
Setelah melewati pertempuran besar, umat Islam akhirnya dapat mengalahkan pasukan
gabungan tersebut. Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
menghancurkan musuh-musuh Islam.
Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah
Di akhir waktu, daulah Utsmaniyyah semakin condong kepada filsafat. Kesyirikan,
kebid’ahan, dan kemaksiatan pun berkembang pesat. Ditambah dengan pendudukan
Perancis atas Mesir dan Syam pada tahun 1213 H/1798 M di masa sultan Salim III. Lalu
kekalahan terus berlanjut.
Diperparah dengan kekalahan pada perang dunia pertama (1914 M-1918 M) yang
membuat kemerosotan dalam segala bidang. Hingga Mustafa Kamal dapat membubarkan
kekhilafahan pada 3 Maret 1924 M. Sultan Abdul Majid II sendiri dilengserkan melalui
parlemen Turki.
Waktu berjalan dengan cepat, bangsa Yahudi dapat menduduki Masjidil Aqsha. Mereka
pula mendeklarasikan pembentukan negara pada 14 Mei 1948 M di wilayah Palestina.
Keberhasilan mereka tak lepas dari makar Perancis dan Inggris. Demikian pula adanya
konspirasi dengan Syi’ah di Suriah. Dan, Syi’ah Nushairiyyah di Lebanon turut
bergabung dengan militer Yahudi dan Nasrani. Mereka mengatasnamakan diri sebagai
Pasukan Karbala melakukan blokade, membantu pihak kafir, dan membunuh umat Islam.
Akhir Kata
Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata tentang Syi’ah, “Mereka lebih pantas
untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq (menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran).” (Lihat al-Kifayah lil Khathib al-Baghdadi)
Para pembaca yang mulia, demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah dalam sejarah.
Sebuah potret nyata yang jarang diketahui oleh jiwa. Semoga bisa menjadi pelita dalam
kegelapan dan menjadi secercah cahaya bagi pencari kebenaran.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullah
〰〰〰〰〰
WhatsApp Salafiyyin Jogja
Baca SelengkapnyaPENGHIANATAN SYI’AH DALAM LEMBARAN SEJARAH (bagian 1)